BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Ekspansi Eropa yang
paling cepat terjadi di Afrika. Afrika adalah Benua terbesar setelah Asia. Sampai
dengan permulaan abad 19 Afrika belum mempunyai daya tarik yang memikat bagi
bangsa Barat. Hingga 1870-an kepentingan kekuatan besar di Afrika tampak lebih
kecil dan mungkin bahkan semakin merosot. Pada saat itu belum ditemukan
bukti-bukti tentang kekayaan alam Afrika. Tidak banyak orang luar yang
mengetahui letak sumber emas yang telah ditambang di beberapa daerah di Afrika
Barat dan Tengah. Setelah penjelajah Inggris yang bernama D. Livingstone dan
Henry Morton Stanley membuka rahasia “benua gelap” itu, mulailah bangsa Barat
mengenal daerah-daerah Afrika beserta kekayaan alamnya. Hingga 1880, bangsa-bangsa
Eropa hanya menguasai sepersepuluh benua itu. Baru tiga dasawarsa kemudian,
pada 1914. Eropa mengklaim seluruh Afrika kecuali Liberia (suatu wilayah
kekuasaan kecil yang dihuni para budak yang dibebaskan dari Amerika) dan
Abyssinia (Ethopia), yang berhasil menahan penyerbu di Italia di Adowa pada
1896. Bangsa Barat ingin menjadikan Afrika sebagai tempat dimana mereka akan
mempertahankan politik kolonialisme-imperialismenya.
B. Rumusan
Masalah
1. Mengapa
Afrika Barat dan Timur menjadi daerah sasaran pedagang barat?
2. Bagaimana
pengaruh Inggris di Mesir ?
C. Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui alasan pedagang barat menjadikan Afrika Barat dan Timur sebagai
sasaran dagang mereka.
2. Untuk
mengetahui pengaruh Inggris
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Afrika
Barat Dan Timur, Daerah Sasaran Pedagang Barat
1.
Afrika
Barat
Sesudah
Congo, delta Sungai Niger merupakan daerah yang penting di Afrika Barat. Di
daerah-daerah ini pembentuk imperium dari Jerman, Inggris dan Prancis saling
bersaingan untuk mendapatkan daerah pengaruh. Konflik yang pertama terjadi
antara kongsi dagang Inggris dan Prancis. Ketika Prancis kalah memperebutkan
daerah sungai Niger, perhatian dialihkan ke Dahomey, daerah di sebelah barat
Nigeria. Pada 1878 Prancis telah dapat mengadakan perjanjian dengan raja
pribumi Afrika di daerah tersebut. Kemudian didirikan beberapa benteng dan
kantor dagang. Sebelum 1880, daerah Prancis di Afrika Barat baru meliputi
Senegal dan Gabon. Kemudian daerah Gabon deiperluas dengan sebagian daerah
Congo. Pada 1883, Prancis memproklamirkan protektorat Porto Novo. Lalu tahun
1889-1893 terjadi peperangan antara Prancis dan raja bumiputera dan diakhiri
dengan kemenangan di pihak Prancis. Kemudian daerah raja tersebut dinyatakan
dibawah protektorat Prancis.
Pada
1883 Pantai Gading menjadi milik Prancis. Penanaman kekuasaan didaerah ini
telah dimulai sejak 1842 dengan mendirikan pos-pos perdagangan. Pada 1885
Prancis mendirikan Guinea Prancis. Setahun sebelumnya Jerman mengumumkan bahwa
sebagian daerah Guinea itu adalah dibawah protektorat Jerman. Prancis memprotes
pengumuman tersebut. Akhirnya sesudah diberi ganti berupa wilayah di Togi,
Jerman meninggalkan Guinea.
Selain
Inggris dan Prancis. Jerman juga menaruh perhatian terhadap daerah di Afrika
pantai Barat. Sejak diadakan Kongres Berlin II, Jerman telah mulai menjalankan
politik imperialisme modern. Hal ini disebabkan antara lain karena desakan kaum
kapitalis yang menghendaki tanah-tanah jajahan untuk dijadikan tempat pelempar
modal, pelempar hasil industri ataupun diambil bahan mentahnya. Di Afrika
Barat, Timur dan Selatan, Jerman sering bertentangan dengan Inggris.
Pada
1884, Bismarck mengirimkan seorang, Dr. Gustav Nachtigal, ke pantai Barat
Afrika untuk mengibarkan bendera Jerman di wilayah tersebut. Ketika ia mendarat
di pantai Teluk Guinea, ia mengetahui adanya keruwetan sehingga ia mengadakan
perjanjian dengan kepala di daerah tersebut dan berhasil mengibarkan bendera
Jerman. Daerah Togo, adalah daerah jajahan Jerman yang pertama di Afrika,
sebuah tanah yang sempit tapi subur.
Kemudian
Nachtigal meneruskan perjalanan ke Kamerun dan mengibarkan bendera Jerman
disana dengan membawa ganti rugi berupa uang pada raja-raja disana. Nachtigal
lalu menuju ke selatan ke Angra Pequena. Lalu Jerman bersekutu dengan Prancis
untuk menghadapi Inggris. Usaha tersebut berhasil walau daerah kekuasan yang
diperoleh belum seluas batas Afrika Barat daya milik Jerman pada waktu
kemudian. Makin lama wilayah Jerman ini diperluas dan pada 1890 berdasarkan
perjanjian Helgoland, mendapat tambahan daerah yang terkenal dengan nama
“Caprivistrip” atau “Caprivi-zippel”.
2.
Afrika
Timur
Pada
1876 Sultan Bargash dari Zanzibar mendapat pengaruh dari Sir John Kirk (sebagai
residen Inggris), konsul Inggris di negeri tersebut. Ia memberi saran kepada
Sultan tentang cara yang sebaik-baiknya untuk membentuk pemerintahan yang
efektif di daerah pedalaman Afrika Timur dan cara memajukan negerinya.
Pada
1884, Dr. Karl Peters, seorang yang bersemangat imperialism mendirikan sebuah
perserikatan dengan tujuan mencari koloni bagi negerinya. Lalu ia menyamar
sebagai pekerja Inggris dan berhasil membuat perjanjian dengan pengusaha
bumiputera, sehingga daerah Uganda, Nguru, Usugara dan Ukami berada dibawah
pelindungan perserikatannya. Namun ia masih bercita-cita mendapatkan daerah
Somaliland dan Mozambique, kemudian ia meminta surat perlindungan kepada Bismarck.
Munculnya
orang-orang Jerman di Afrika Timur merupakan saingan berat bagi pedagang
Inggris karena mereka sama-sama memiliki tujuan yang sama, yaitu selain untuk
berdagang juga untuk menjelajah. Diantara ialah Sir Herry Johnston. Pada 1888
serikat dagang milik Mackinnon mendapat hak perlindungan dari pemerintahannya
yang sejak saat itu diberi nama “British East Africa Company”. Sejak saat
itulah persaingan antara Peter dan Mackinnon dimulai.
Ketika
terjadi perang saudara yang disebabkan oleh pertentangan antara pengikut
misionaris protestan, katholik roma dan agama islam, raja Uganda meminta
bantuan opsir Inggris-Frederick Jackson yang dikirim “British East Africa
Company” ke daerah sekitar Danau Victoria dan Jackson berhasil mengatasi
masalah tersebut.
Ketika
Bismarck tidak lagi berkuasa, Caprivi melanjutkan rencana tukar menukar daerah.
Maka pada 1890 diadakan perjanjian antara Inggris dan Jerman yang disebut
Perjanjian Helgoland dengan ketentuan:
1) Inggris
diakui sebagai pelindung atas daerah Uganda dan mendapatkan hak protektorat
atas Zanibar dan Kepulauan Zemba, Witu (distrik di pantai Afrika Timur),
Nyasaland; sebagai gantinya Jerman menerima Pulau Helgoland di laut utara;
2) Jerman
memperoleh izin perluasan Kamerun sampai Danau Tsad dan tambahan derah sempit
“Caprivizipper” untuk Afrika Barat daya selebar 20 mil ke timur mencapai Sungai
Zambesi.
Ketentuan
tersebut memungkinkan bagi Inggris untuk menghubungkan Afrika Timur dengan
daerah lembah Sungai Nil, sebaliknya Jerman masih dapat melepaskan harapannya
untuk mencapai Sudan. Akan tetapi Jerman masih dapat meluaskan batas daerah
Afrika Timur (Jerman) ke barat sampai danau-danau Tanganyika dan Niyasa, serta
ke Congo Free State dengan tujuan merintangi terwujudnya impian kaum imperialis
Inggris yang hendak menghubungkan Cape dengan Cairo melalui daerah-daerah
Inggris.
Prancis
tidak dapat menerima protektorat Inggris atas Kepulauan Zanzibar, karena
kepulauan ini merupakan pusat perdagangan (terpenting di Afrika Timur dan
Prancis sendiri menginginkan memiliki daerah tersebut. Oleh karena itu Inggris
diperingatkan adanya perjanjian pada 1862, yang berisi ketentuan bahwa
kebebasan pulau-pulau tersebut harus dijamin. Kesulitan ini kemudian dapat
diatasi dengan cara memberi kompensasi kepada Prancis. Pada 1890 tercapailah
Perjanjian Inggris-Prancis yang menentukan bahwa Prancis diberi kebebasan untuk
menguasai Madagaskar dan Sahara, sedang kekuasaan Inggris di Afrika Timur
diakui oleh Prancis. Selain itu ditetapkan pula ketentuan-ketentuan perbatasan
yang masih meragukan di Gambia, Sierra Leone dan Goldcoast. Sebuah garis yang
menghubungkan Say-Barua dijadikan garis batas, hingga daerah Niger tetap
menjadi milik Inggris.
Dengan
ini maka Afrika Timur menjadi milik British East Africa Company. Pada April
1892, terjadi konflik antara misi Prancis dan misi Inggris di Uganda. British
East Africa Company yang telah diakui kekuasaannya di daerah itu sejak 1890,
ternyata tidak mampu mengatasi kesulitan itu.
Akhirnya
kompeni tersebut minta bantuan kepada pemerintahnya. Ketika pemerintah Inggris
tidak bersedia member bantuan, British East Africa Company itu akan menarik
diri dari Uganda. Berita ini sangat mengejutkan tokoh-tokoh imperialis seperti
Cromer dan Roseberry.
Orang-orang
Inggris mempunyai alasan untuk menyingkirkan bahaya pengaruh Prancis. Pada
Januari 1893 Khedive Tewfik Pasha diganti oleh putranya, Abbas II Hilmi, yang
mendapat pengaruhnya neneknya ialah Ismail. Dengan tiba-tiba pada 1893 Abbas
mengangkat Fakhri Pasha sebagai perdana menteri. Fakhri adalah seorang yang
anti-Inggris. Berhubung dengan pengangkatan tersebut Pemerintah Inggris member
ultimatum kepada Khedive dan Fakhri ditangkap. Sejak saat itu Abbas berjanji
bahwa dalam pengangkatan menteri-menteri, ia akan minta nasihat kepada
agen-agen diplomatic Inggris yang berada di negerinya.
Peristiwa
tersebut mengakibatkan garnisun-garnisun Inggris di Mesir makin kuat, dan dalam
hal ini Prancis tidak dapat berbuat apa-apa, selain mengajukan protes. Jerman
tidak memberikan reaksi terhadap protes Prancis, sehingga sikap Jerman ini
menyenangkan Roseberry. Akibatnya beberapa menteri dalam kabinet Gladstone
banyak yang membantu politik menteri luar negerinya, Roseberry, terhadap
Uganda. Akhirnya dibentuklah suatu komisi oleh pemerintah dengan tugas
melakukan penyelidikan-penyelidikan sedang penarikan diri British East Africa
Company untuk sementara waktu ditangguhkan. Pada masa cabinet Roseberry. Uganda
dijadikan protektorat Inggris (April 1894).
B. Mesir,
Daerah Pengaruh Inggris
1.
Arti
Terusan Suez bagi Imperialis Inggris.
Selama sebagian besar
abad kedelapan perhatian Inggris terhadap Afrika kecil. Sejak terusan Suez
dibuka pada 1869 yang dipandang sebagai
jalan raya vital menuju India,menambah secara besar-besaran nilai strategis
Mesir, Inggris mulai menaruh perhatian terhadap Mesir. Cita-cita ini memperluas
pengaruhnya ke negeri “Hadiah Sungai Nil” ini direalisasi oleh Benjamin
Disraeli. Bersama Salisbury, Disraeli mewakili golongan “Empire” atau golongan
“imperialisme”. Cita-cita golongan ini ialah melakukan perluasan kerajaan
Inggris dan mempererat kembali hubungan antara koloni dan negeri induk,
sehingga tercapailah suatu Empire yang meliputi seluruh dunia. Sebaliknya
pesaingannya golongan Gladstone, yang disebut kaum pasifis atau Litlle
Englander, mengkhendaki pemusatan perhatian kepada masalah-masalah pembangunan
dalam negeri.
Pada 1875, Disraeli
mendengar berita bahwa mesir akan menjual sahamnya yang ada dalam Maskapal
Terusan Suez kepada pemerintahan Perancis, ia menggunakan kesempatan itu untuk
memperluas pengaruh negerinya. Lord
Derby, menteri luar negerinya, dan Norlhcote, menteri keuangannya tidak setuju
dengan maksud negeri ini. Tanpa menunggu pengesahan Parlemen yang juga sukar
diperolehnya, ia meminjam uang dari bank Rostchilds sebesar £ 4.080.000 dan
dibelinya saham Khedive sebanyak 176.602 buah. Pembelian ini meliputi 44% dari
saham Mesir di Maskapai Terusan Suez. Tindakan Disraeli ini mengakibatkan
perhatian dan kepentingan Inggris di Terusan Suez sama besarnya dengan
kepentingan Perancis di daerah tersebut. Oleh sebab itu kedua negeri imperialis
tersebut selalu bersaingan berebut pengaruh di Mesir. Konflik ini berlangsung
lama dan baru dappat diatasi pada 1904 dengan dicapainya Morocco-Egyptian
Agreement.
Saat Terusan Suez itu
dibuka, Disraeli telah menyadari betapa pentingnya terusan tersebut adalah
kunci untuk menghubungkan Inggris dan India. Oleh karena, ia bercita-cita
membentuk suatu imperium dan akan menjadikan India sebagai dasar terbentuknya
Imperium Britania Britania Raya, maka jalan-jalan yang menuju ke India baik
yang melalui Tanjung Harapan maupun Suez, harus ada dalam tangannya.
2.
Ahmad
Arabi mempimpin gerakan Nasional Mesir
Khedevi Ismail
(1863-18897) adalah penguasa yang sangat boros. Selama ia memerintah uang yang
ia habiskan sebesar 90 juta pound yang digunakan untuk pembangunan dan
sebagainya. Selain itu ia juga memberikan upeti kepada Sultan Turki sebagai
ungkapan terima kasih karena telah menganugerahkan sebutan Khedive kepadanya,
sebagai ganti sebutan Pasha. Tahun 1863, jumlah hutang mesir hanya 3 juta pound
namun melesat jauh menjadi 80 juta pada
tahun 1876. Untuk mencegah timbulnya kebangkrutan negara, Ismail menjual
saham-sahamnya yang ada dalam Maskapai Terusan Suez. Ketika Mesir hampir bangkrut tidak dapat
membayar utang uang luar negerinya dan terancam dengan pemberontakan dalam
negeri, Inggris campur tangan sebagai “pelindung”.
Namun uang yang
diterima tidak dapat menutupi kekurangan kas negeri Mesir. Pada tahun
selanjutnya Khedeve Ismali menghadapi kebangkrutan lagi. sehingga ia mengajukan
permintaan pinjaman kepada perancis dan Inggris. Pemerintah Inggris mengirimkan
Stephen Cave untuk meneliti hal-hal yang berhubungan dengan keuangan Mesir. Dengan
ini maka dibentuklah panitia pengawasan internasional bernama Comite pourle
Dette Publique (1876) yang beranggotalan Inggris, Austria, Italia, Prancis dan
Jerman. Pembaharuan-pembaharuan diadakan baik dalam lapangan politik maupun
keuangan. Intrvensi Barat tersebut dirasakan sangat berat oleh Khediv. Ketika
ia tahu bahwa tuan-tuan tanah juga tidak puas terhadap pembaharuan itu maka ia
mencoba melakukan sabotage terhadap pelaksanaan peraturan-peraturan yang telah
disusun oleh menteri-menteri asing didalam kabinetnya. Kemudian Khedive memecat
menteri-menteri asing tersebut. Namun tindakan ini ditentang oleh Inggris dan
Perancis. Kedua negeri ini meminta Ismail untuk meletakkan jabatan namun di
tolak kemudian Inggris dan Perancis membujuk sultan Turki untuk memecat Ismail.
Dan kemudian digantikan oleh Tewfik, anak Ismail.
Khedevi baru dipaksa
oleh kedua negara tersebut untuk mengembalikan adanya pengawasan terhadap
keuangan Mesir. Setelah itu dibuatlah anggaran baru, penarikan pajak diperberat
terutama bagi tuan-tuan tanah Mesir. Penasihat Inggris-Prancis mengurangi gaji
pegawai dan opsir-opsir tentara. Dengan ini mengakibatkan munculnya gerakan
nasionalisme di Mesir. Pemimpin gerakan tersebut ialah Kolonel Ahmad Arabi. Pada
1881 mereka memaksa Khedevi mengundang “Perwakilan orang-orang terbuka” untuk bersidang yang dimana sidang tersebut
menuntut diadakannya kabinet yang lebih baik. Pada 1882 Tewfik dipaksa untuk
mengangkat Arabi sebagai menteri pertahanan.
Sejak 1880 hingga 1885
Pemerintahan di Inggris dipegang oleh Gladstone, kabinet Gladstone kedua tidak
dapat memenuhi cita-cita partai liberal, menjalankan politik pasifistis,
melakukan penghematan dan pembaharuan. Disamping itu juga karena suara publik
makin hari bernada imperialistis. Dengan ini penguasaan Inggris terhadap Mesir
dilakukan oleh suatu pemerintahan yang dipimpin oleh tokoh liberal. Senagai reaksi terhadap tantangan kaum
nasionalis Mesir, pemerintah Gladstone di Inggris dan Gamvetta di Perancis
mengumumkan bahwa mereka akan melindungi Khedive dari musuh-musuh dalam maupun
luar negeri. Mereka menuntut pula untuk agar Arabi dibebastugaskan dari jabatan
menteri. Tuntutan Inggris ini membuat berkobarnya semangat anti asing. Di
iskandaria saat itu timbul keributan dan membuat ±50 warga menjadi korban. Pada
juli 1882, Admiral Seymour memerintahkan agar kapal-kapal perang Inggris
memuntahkan peluru-pelurunya. Pada saat-saat yang kritis itu, kapal-kapal
Perancis bahkan meninggalkan Iskandaria yang sedang dibom Inggris saat itu.
Inggrispun meminta bantuan kepada Turki dan Italia namun kedua negeri tersebut
menolak permintaan tersebut maka Inggris bertindak sendiri. Akhirnya pada tahun
1882 kekuatan Arabi dapat dipatahkan dalam pertempuran di Tel-el-kebir. Dengan
demikian kekuasaan Tewfik dikembalikan dan Arabi diasingkan ke Sailan. Dengan
begitu keuangan di atur kembali dan Inggris mengawasi pengeluaran Mesir. Untuk
mengatur keuangan Inggris, Gladstone mengangkat Sir Evelyn Baring atau dikenal
dengan Lord Cromer. Pada tahun 1882 Bismarck dan anggota Triple Alliance
lainnya (AustroHungaria dan Italy) mengajukan protes terhadap tindakan tersebut
dan menuntut diadakan konferensi Eropa untuk membahas-masalah Mesir. Kemudian
diadakan koferensi yang dilangsungkan di Istanbul.
Dalam tahun 1882, kira-kira 80%
kapal-kapal yang melalui Terusan Suez berbendera kebangsaan Inggris. Perancis
merupakan pesaing Inggris terbesar di Mesir.
3.
Perlawanan
Sudan terhadap Inggris—Mesir
Ketika Ismail menjadi
Khedive di Mesir, ia ingin meluaskan kekuasaannya ke Sudan sebelah
selatan. Pada 1869 untuk memenuhi
cita-cita tersebut maka dilaksanakan dan sebuah pemerinntahsn dibentuk di Bahr
el Ghazal. Kemudian ia menunjuk Sir Samuel Baker sebagai Gubernur
Jenderal. Baker diperintahkan agar menanamkan
kekuasaan Khedevi di daerah sebelah selatan Gondokoro, memasukan sistem
perdagangan yang teratur dan sebagainya. Setelah kontrak Baker habis dan ia
telah menaklukan daerah-daerah Equatoria.
Kemudian ia digantikan oleh Gubernur Jenderal Charles George Gordon.
Saat ia bertugas banyak sekali kesulitan yang dihadapi. Ketidakpuasan dan
pemberontakan di beberapa daerah mulai timbul. Pada tahun 1881 meletuslah
pemberontakan yang dipimpin oleh Mahdi atau yang bernama lengkap Mohammad Ibn
Al Saiyid ‘Abd Allah, ia merupakan guru agama yang mempunyai pengikut dalam
jumlah besar.
Sebab-sebab pemberontakannya adalah
1. Menentang
ekspolitasi secara besar-besaran baik terhadap kekayaan alam, maupun terhadap
penduduk.
2. Tenaga
pegawai untuk daerah Sudan ternyata terdiri atas orang-orang yang tidak
bertanggung Jawab.
3. Walaupun
kekuasaan Khedive dapat diperluas hingga meliputi Darfur, Equatoria dan pantai
laut Merah, tetapi untuk melakukan konsolidasi ternyata amat sukar.
Inggris
bergerak lebih jauh ke selatan memasuki sudan, memadamkan perang suci muslim
melawan otoritas Mesir dan pengaruh Inggris. Mahdi melakukan revolusi selama
tiga tahun (1881-1884) dengan hasil yang gemilang. Ketika El Obeid jatuh ke
tangan Mahdi, kota Khartoum berada dalam bahaya. Pada 1883 Hicks Pasha seorang
kolonel Inggris didatangkan ke Khartoum, diangkat sebagai wakil panglima dan
Ala’al-Din Pasha di angkat menjadi gubernur Jenderal di Sudan. Akan tetapi
ekspedisi Hicks inipun mengalami kegagalan dan ini berarti Mahdi menguasai
sebelah barat. Ketika pemberontakan dimulai, muncullah seorang pemimpin yang
bernama Uthman Diqna di Sudan sebelah Timur. Ia merasa sakit hati karena usaha
perdagangan budaknya ditindas oleh pemerintahan Mesir. Ia menemui Mahdi di El
Obeid dan diperintahkan oleh Mahdi untuk merebut bandar-bandar penting di
pantai Timur dan menutup jalan Suakin- Berber. Kapten Monerieff, R.N konsul
Inggris di Suakin dibunuh bersama 148 orang lainnya. Dengan ini maka tentara
Mesir diserang baik dari Jurusan Barat maupun Timur. Kemenangan-kemenangan kaum pemberontak
membuat tentara yang di pimpin Hicks mengalami kesulitan. Kehancuran ekspedisi
Hicks membuat tentara Mesir di tarik kembali dari Sudan sebelah Barat dan
Selatan akan tetapi mereka tetap mempertahankan kota yang belum di kuasai oleh
Mahdi.
Baring
menyarankan kepada Khedevi untuk penaklukan Sudan disabarkan dahulu karena pada
waktu itu Mesir sama sekali tidak mempunyai kekuatan baik berupa uang maupun
tenaga. Tetapi keputusan itu di tolak, ia mengirimkan Jenderal Valentine Baker untuk
merebut kembali Sinkat dan Tokar namun gagal. Pada 1884 Gladstone mengirimkan Jenderal
Charles Gordon Pasha, yang merupakan bekas Gubernur Jenderal Sudan akan tetapi
Gordon meremehkan kekuatan dan pengaruh Mahdi. Setibanya di Cairo Gordon
menemui Khedevi, Baring dan pembesar-pembesar Mesir lainnya. Selanjutnya Gordon
melakukan penyelidikan-penyelidikan. Kemudian ia berpendapat jika Khartoum
jatuh ke tangan Mahdi, maka akan sangat sukarlah kota itu direbut kembali.
Situasi kota Khartaoum menjadi sangat kritis. Pengikut Mahdi telah mendekati
ibu kota tersebut. Mahdi mendesak Gordon untuk menyerahkan dirinya kepada Mahdi
namun tidak ada jawaban dari Gordon kemudian Mahdi mendesak sekali lagi agar
Gordon menyerah namun menolak. Akhirnya gordon bersama tentaranya di kepung
oleh kaum Mahdi. Pada 25 Januari 1885, orang sudan yang dipimpin oleh Mahdi,
yang menganggap dirinya penerus muhamad, merebut khartoum dan membunuh Jenderal
Gordon, yang telah diutus untuk memimpin pasukan Mesir. Pada 1898, Inggris,
dilengkapi dengan senapan mesin memberondong kaum Muslimin yang menyerang di
Omdurman. Korban dilaporkan sebelas ribu Muslim dan dua puluh delapan pasukan
Inggris. Berita tentang jatuhnya kota Khartoum dan kematian Gordon membuat hati
ratu Victoria bergetar dan suara publik Gordon membela kematian Inggris. Setelah
Gladstone jatuh maka naiklah Salisbury untuk menjabat perdana menteri baru dan
ia melanjutkan politik Gladstone . Beberapa bulan Khartoum jatuh, Mahdi
meninggal dunia. Pemerintahan Sudan dipegang oleh anaknya, Khalifa ‘Abd Allahi
el Tarishi. Selama tiga belas tahun Sudan menjadi negara merdeka. Pada 1896
timbullah perselisihan lagi tentang Sudan.
BAB
III
Kesimpulan
Afrika
adalah benua terbesar kedua setelah Asia. Afrika mempunyai sumber kekayaan alam
yang begitu melimpah. Tidak banyak yang menyadari bahwa Afrika memiliki sumber
daya alam yang begitu menggiurkan hingga seorang penjelajah bernama D.
Livingstone dan H.M. Stanley membuka rahasia “benua gelap” tersebut. Mulailah
bangsa barat berdatangan ke Afrika untuk menguasai benua tersebut. Daerah
Afrika Barat dan Timur merupakan daerah sasaran pedagang barat. Pembentuk
imperium-imperium dari Jerman, Inggris, dan Perancis saling bersaingan untuk
mendapatkan daerah pengaruh. Daerah Afrika Barat seperti Dahomey, Pantai Gading
dan Guinea, merupakan “jendela-jendela laut” yang penting bagi pedagang dan
sebagai pangkalan untuk meneruskan pengluasaan pengaruh ke daerah pedalaman.
Sehingga daerah-daerah tersebut menjadi bahan rebutan bagi para
pedagang-pedagang tersebut. Sedangkan di Afrika Timur, pedagang-pedagang barat
yang bersaing antara lain Jerman dan Inggris. Daerah yang diperebutkan adalah
daerah sebelah utara Mozambique (jajahan Inggris) samapai daerah Sudan. Tidak
hanya itu saja ketika terbukanya terusan Suez juga terjadinya perebutan,
Inggris menaruh perhatian terhadap terusan Suez tersebut karena mereka
menyadari bahwa Terusan Suez adalah jalan menuju ke India dan Mesir adalah
sebuah kedai ke jalan itu. Ketika Khedevi Ismail mengalami kebangkrutan, ia
menjual saham terusan Suez dan tentu saja Inggris tidak melewatkan kesempatan
itu. Namun uang yang digunakan untuk menutup kekurangan kas negeri tidaklah
cukup sehingga Khedevi Ismail mengajukan peminjaman kepada Perancis dan Inggris
yang dimana nanti timbul pembaharuan yang memberatkan tuan tanah di Mesir.
Sehingga menyebabkan turunnya Khedevi Ismail. Ia digantikan oleh anaknya. Saat
Tewfik berkuasa muncullah gerakan nasionalisme yang dipimpin oleh Ahmad Arabi.
Namun gerakan tersebut berhasil dipadamkan pada tahun 1882. Sebelum terjadinya
gerakan nasionalisme yang dipimpin oleh Ahmad Warabi. Sudah juga muncul
perlawanan oleh Mahdi, seorang guru agama yang melawan tindakan Mesir dan
Inggris yang ingin menguasai Sudan. Sebelum Khedevi Ismail turun dari
jabatannya, ia mempunyai cita-cita untuk meluaskan kekuasaannya ke Sudan
sebelah selatan. Namun peluasan ini tidak berjalan mulus. Muncullah
pemberontakan yang dipimpin oleh Mahdi. Pemberontakan yang melentus pada tahun
1881. Mahdi berhasil melangsungkan revolusi selama tiga tahun dengan hasil yang
gemilang. Ketika Mahdi berhasil menguasai Khartoum maka ditariknya kembali
tentara Inggris-Mesir dari Sudan pada 1885, maka berakhirlah pertentangan taraf
pertama antara Inggris-Mesir di satu pihak dan Sudan di pihak lainnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Perry,Marvin. 2013. Peradaban Barat : Dari Revolusi Perancis hingga Zaman
Global. Yogyakarta : Kreasi Wacana.
Soeratman,Darsiti.2012. Sejarah Afrika.Yogyakarta : Ombak