Selasa, 28 Mei 2013

Afrika Barat dan Timur Sebagai Daerah Sasaran Pedagang Barat & Mesir Sebagai Daerah Pengaruh Inggris



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Ekspansi Eropa yang paling cepat terjadi di Afrika. Afrika adalah Benua terbesar setelah Asia. Sampai dengan permulaan abad 19 Afrika belum mempunyai daya tarik yang memikat bagi bangsa Barat. Hingga 1870-an kepentingan kekuatan besar di Afrika tampak lebih kecil dan mungkin bahkan semakin merosot. Pada saat itu belum ditemukan bukti-bukti tentang kekayaan alam Afrika. Tidak banyak orang luar yang mengetahui letak sumber emas yang telah ditambang di beberapa daerah di Afrika Barat dan Tengah. Setelah penjelajah Inggris yang bernama D. Livingstone dan Henry Morton Stanley membuka rahasia “benua gelap” itu, mulailah bangsa Barat mengenal daerah-daerah Afrika beserta kekayaan alamnya. Hingga 1880, bangsa-bangsa Eropa hanya menguasai sepersepuluh benua itu. Baru tiga dasawarsa kemudian, pada 1914. Eropa mengklaim seluruh Afrika kecuali Liberia (suatu wilayah kekuasaan kecil yang dihuni para budak yang dibebaskan dari Amerika) dan Abyssinia (Ethopia), yang berhasil menahan penyerbu di Italia di Adowa pada 1896. Bangsa Barat ingin menjadikan Afrika sebagai tempat dimana mereka akan mempertahankan politik kolonialisme-imperialismenya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Mengapa Afrika Barat dan Timur menjadi daerah sasaran pedagang barat?
2.      Bagaimana pengaruh Inggris di Mesir ?

C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui alasan pedagang barat menjadikan Afrika Barat dan Timur sebagai sasaran dagang mereka.
2.      Untuk mengetahui pengaruh Inggris
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Afrika Barat Dan Timur, Daerah Sasaran Pedagang Barat

1.      Afrika Barat
Sesudah Congo, delta Sungai Niger merupakan daerah yang penting di Afrika Barat. Di daerah-daerah ini pembentuk imperium dari Jerman, Inggris dan Prancis saling bersaingan untuk mendapatkan daerah pengaruh. Konflik yang pertama terjadi antara kongsi dagang Inggris dan Prancis. Ketika Prancis kalah memperebutkan daerah sungai Niger, perhatian dialihkan ke Dahomey, daerah di sebelah barat Nigeria. Pada 1878 Prancis telah dapat mengadakan perjanjian dengan raja pribumi Afrika di daerah tersebut. Kemudian didirikan beberapa benteng dan kantor dagang. Sebelum 1880, daerah Prancis di Afrika Barat baru meliputi Senegal dan Gabon. Kemudian daerah Gabon deiperluas dengan sebagian daerah Congo. Pada 1883, Prancis memproklamirkan protektorat Porto Novo. Lalu tahun 1889-1893 terjadi peperangan antara Prancis dan raja bumiputera dan diakhiri dengan kemenangan di pihak Prancis. Kemudian daerah raja tersebut dinyatakan dibawah protektorat Prancis.
Pada 1883 Pantai Gading menjadi milik Prancis. Penanaman kekuasaan didaerah ini telah dimulai sejak 1842 dengan mendirikan pos-pos perdagangan. Pada 1885 Prancis mendirikan Guinea Prancis. Setahun sebelumnya Jerman mengumumkan bahwa sebagian daerah Guinea itu adalah dibawah protektorat Jerman. Prancis memprotes pengumuman tersebut. Akhirnya sesudah diberi ganti berupa wilayah di Togi, Jerman meninggalkan Guinea.
Selain Inggris dan Prancis. Jerman juga menaruh perhatian terhadap daerah di Afrika pantai Barat. Sejak diadakan Kongres Berlin II, Jerman telah mulai menjalankan politik imperialisme modern. Hal ini disebabkan antara lain karena desakan kaum kapitalis yang menghendaki tanah-tanah jajahan untuk dijadikan tempat pelempar modal, pelempar hasil industri ataupun diambil bahan mentahnya. Di Afrika Barat, Timur dan Selatan, Jerman sering bertentangan dengan Inggris.
Pada 1884, Bismarck mengirimkan seorang, Dr. Gustav Nachtigal, ke pantai Barat Afrika untuk mengibarkan bendera Jerman di wilayah tersebut. Ketika ia mendarat di pantai Teluk Guinea, ia mengetahui adanya keruwetan sehingga ia mengadakan perjanjian dengan kepala di daerah tersebut dan berhasil mengibarkan bendera Jerman. Daerah Togo, adalah daerah jajahan Jerman yang pertama di Afrika, sebuah tanah yang sempit tapi subur.
Kemudian Nachtigal meneruskan perjalanan ke Kamerun dan mengibarkan bendera Jerman disana dengan membawa ganti rugi berupa uang pada raja-raja disana. Nachtigal lalu menuju ke selatan ke Angra Pequena. Lalu Jerman bersekutu dengan Prancis untuk menghadapi Inggris. Usaha tersebut berhasil walau daerah kekuasan yang diperoleh belum seluas batas Afrika Barat daya milik Jerman pada waktu kemudian. Makin lama wilayah Jerman ini diperluas dan pada 1890 berdasarkan perjanjian Helgoland, mendapat tambahan daerah yang terkenal dengan nama “Caprivistrip” atau “Caprivi-zippel”.
2.      Afrika Timur
Pada 1876 Sultan Bargash dari Zanzibar mendapat pengaruh dari Sir John Kirk (sebagai residen Inggris), konsul Inggris di negeri tersebut. Ia memberi saran kepada Sultan tentang cara yang sebaik-baiknya untuk membentuk pemerintahan yang efektif di daerah pedalaman Afrika Timur dan cara memajukan negerinya.
Pada 1884, Dr. Karl Peters, seorang yang bersemangat imperialism mendirikan sebuah perserikatan dengan tujuan mencari koloni bagi negerinya. Lalu ia menyamar sebagai pekerja Inggris dan berhasil membuat perjanjian dengan pengusaha bumiputera, sehingga daerah Uganda, Nguru, Usugara dan Ukami berada dibawah pelindungan perserikatannya. Namun ia masih bercita-cita mendapatkan daerah Somaliland dan Mozambique, kemudian ia meminta surat perlindungan kepada Bismarck.
Munculnya orang-orang Jerman di Afrika Timur merupakan saingan berat bagi pedagang Inggris karena mereka sama-sama memiliki tujuan yang sama, yaitu selain untuk berdagang juga untuk menjelajah. Diantara ialah Sir Herry Johnston. Pada 1888 serikat dagang milik Mackinnon mendapat hak perlindungan dari pemerintahannya yang sejak saat itu diberi nama “British East Africa Company”. Sejak saat itulah persaingan antara Peter dan Mackinnon dimulai.
Ketika terjadi perang saudara yang disebabkan oleh pertentangan antara pengikut misionaris protestan, katholik roma dan agama islam, raja Uganda meminta bantuan opsir Inggris-Frederick Jackson yang dikirim “British East Africa Company” ke daerah sekitar Danau Victoria dan Jackson berhasil mengatasi masalah tersebut.
Ketika Bismarck tidak lagi berkuasa, Caprivi melanjutkan rencana tukar menukar daerah. Maka pada 1890 diadakan perjanjian antara Inggris dan Jerman yang disebut Perjanjian Helgoland dengan ketentuan:
1)      Inggris diakui sebagai pelindung atas daerah Uganda dan mendapatkan hak protektorat atas Zanibar dan Kepulauan Zemba, Witu (distrik di pantai Afrika Timur), Nyasaland; sebagai gantinya Jerman menerima Pulau Helgoland di laut utara;
2)      Jerman memperoleh izin perluasan Kamerun sampai Danau Tsad dan tambahan derah sempit “Caprivizipper” untuk Afrika Barat daya selebar 20 mil ke timur mencapai Sungai Zambesi.
Ketentuan tersebut memungkinkan bagi Inggris untuk menghubungkan Afrika Timur dengan daerah lembah Sungai Nil, sebaliknya Jerman masih dapat melepaskan harapannya untuk mencapai Sudan. Akan tetapi Jerman masih dapat meluaskan batas daerah Afrika Timur (Jerman) ke barat sampai danau-danau Tanganyika dan Niyasa, serta ke Congo Free State dengan tujuan merintangi terwujudnya impian kaum imperialis Inggris yang hendak menghubungkan Cape dengan Cairo melalui daerah-daerah Inggris.
Prancis tidak dapat menerima protektorat Inggris atas Kepulauan Zanzibar, karena kepulauan ini merupakan pusat perdagangan (terpenting di Afrika Timur dan Prancis sendiri menginginkan memiliki daerah tersebut. Oleh karena itu Inggris diperingatkan adanya perjanjian pada 1862, yang berisi ketentuan bahwa kebebasan pulau-pulau tersebut harus dijamin. Kesulitan ini kemudian dapat diatasi dengan cara memberi kompensasi kepada Prancis. Pada 1890 tercapailah Perjanjian Inggris-Prancis yang menentukan bahwa Prancis diberi kebebasan untuk menguasai Madagaskar dan Sahara, sedang kekuasaan Inggris di Afrika Timur diakui oleh Prancis. Selain itu ditetapkan pula ketentuan-ketentuan perbatasan yang masih meragukan di Gambia, Sierra Leone dan Goldcoast. Sebuah garis yang menghubungkan Say-Barua dijadikan garis batas, hingga daerah Niger tetap menjadi milik Inggris.
Dengan ini maka Afrika Timur menjadi milik British East Africa Company. Pada April 1892, terjadi konflik antara misi Prancis dan misi Inggris di Uganda. British East Africa Company yang telah diakui kekuasaannya di daerah itu sejak 1890, ternyata tidak mampu mengatasi kesulitan itu.
Akhirnya kompeni tersebut minta bantuan kepada pemerintahnya. Ketika pemerintah Inggris tidak bersedia member bantuan, British East Africa Company itu akan menarik diri dari Uganda. Berita ini sangat mengejutkan tokoh-tokoh imperialis seperti Cromer dan Roseberry.
Orang-orang Inggris mempunyai alasan untuk menyingkirkan bahaya pengaruh Prancis. Pada Januari 1893 Khedive Tewfik Pasha diganti oleh putranya, Abbas II Hilmi, yang mendapat pengaruhnya neneknya ialah Ismail. Dengan tiba-tiba pada 1893 Abbas mengangkat Fakhri Pasha sebagai perdana menteri. Fakhri adalah seorang yang anti-Inggris. Berhubung dengan pengangkatan tersebut Pemerintah Inggris member ultimatum kepada Khedive dan Fakhri ditangkap. Sejak saat itu Abbas berjanji bahwa dalam pengangkatan menteri-menteri, ia akan minta nasihat kepada agen-agen diplomatic Inggris yang berada di negerinya.
Peristiwa tersebut mengakibatkan garnisun-garnisun Inggris di Mesir makin kuat, dan dalam hal ini Prancis tidak dapat berbuat apa-apa, selain mengajukan protes. Jerman tidak memberikan reaksi terhadap protes Prancis, sehingga sikap Jerman ini menyenangkan Roseberry. Akibatnya beberapa menteri dalam kabinet Gladstone banyak yang membantu politik menteri luar negerinya, Roseberry, terhadap Uganda. Akhirnya dibentuklah suatu komisi oleh pemerintah dengan tugas melakukan penyelidikan-penyelidikan sedang penarikan diri British East Africa Company untuk sementara waktu ditangguhkan. Pada masa cabinet Roseberry. Uganda dijadikan protektorat Inggris (April 1894).

B.     Mesir, Daerah Pengaruh Inggris
1.      Arti Terusan Suez bagi Imperialis Inggris.
Selama sebagian besar abad kedelapan perhatian Inggris terhadap Afrika kecil. Sejak terusan Suez dibuka pada  1869 yang dipandang sebagai jalan raya vital menuju India,menambah secara besar-besaran nilai strategis Mesir, Inggris mulai menaruh perhatian terhadap Mesir. Cita-cita ini memperluas pengaruhnya ke negeri “Hadiah Sungai Nil” ini direalisasi oleh Benjamin Disraeli. Bersama Salisbury, Disraeli mewakili golongan “Empire” atau golongan “imperialisme”. Cita-cita golongan ini ialah melakukan perluasan kerajaan Inggris dan mempererat kembali hubungan antara koloni dan negeri induk, sehingga tercapailah suatu Empire yang meliputi seluruh dunia. Sebaliknya pesaingannya golongan Gladstone, yang disebut kaum pasifis atau Litlle Englander, mengkhendaki pemusatan perhatian kepada masalah-masalah pembangunan dalam negeri.
Pada 1875, Disraeli mendengar berita bahwa mesir akan menjual sahamnya yang ada dalam Maskapal Terusan Suez kepada pemerintahan Perancis, ia menggunakan kesempatan itu untuk memperluas pengaruh negerinya.  Lord Derby, menteri luar negerinya, dan Norlhcote, menteri keuangannya tidak setuju dengan maksud negeri ini. Tanpa menunggu pengesahan Parlemen yang juga sukar diperolehnya, ia meminjam uang dari bank Rostchilds sebesar £ 4.080.000 dan dibelinya saham Khedive sebanyak 176.602 buah. Pembelian ini meliputi 44% dari saham Mesir di Maskapai Terusan Suez. Tindakan Disraeli ini mengakibatkan perhatian dan kepentingan Inggris di Terusan Suez sama besarnya dengan kepentingan Perancis di daerah tersebut. Oleh sebab itu kedua negeri imperialis tersebut selalu bersaingan berebut pengaruh di Mesir. Konflik ini berlangsung lama dan baru dappat diatasi pada 1904 dengan dicapainya Morocco-Egyptian Agreement.
Saat Terusan Suez itu dibuka, Disraeli telah menyadari betapa pentingnya terusan tersebut adalah kunci untuk menghubungkan Inggris dan India. Oleh karena, ia bercita-cita membentuk suatu imperium dan akan menjadikan India sebagai dasar terbentuknya Imperium Britania Britania Raya, maka jalan-jalan yang menuju ke India baik yang melalui Tanjung Harapan maupun Suez, harus ada dalam tangannya.

2.      Ahmad Arabi mempimpin gerakan Nasional Mesir
Khedevi Ismail (1863-18897) adalah penguasa yang sangat boros. Selama ia memerintah uang yang ia habiskan sebesar 90 juta pound yang digunakan untuk pembangunan dan sebagainya. Selain itu ia juga memberikan upeti kepada Sultan Turki sebagai ungkapan terima kasih karena telah menganugerahkan sebutan Khedive kepadanya, sebagai ganti sebutan Pasha. Tahun 1863, jumlah hutang mesir hanya 3 juta pound namun melesat jauh menjadi 80  juta pada tahun 1876. Untuk mencegah timbulnya kebangkrutan negara, Ismail menjual saham-sahamnya yang ada dalam Maskapai Terusan Suez.  Ketika Mesir hampir bangkrut tidak dapat membayar utang uang luar negerinya dan terancam dengan pemberontakan dalam negeri, Inggris campur tangan sebagai “pelindung”.
Namun uang yang diterima tidak dapat menutupi kekurangan kas negeri Mesir. Pada tahun selanjutnya Khedeve Ismali menghadapi kebangkrutan lagi. sehingga ia mengajukan permintaan pinjaman kepada perancis dan Inggris. Pemerintah Inggris mengirimkan Stephen Cave untuk meneliti hal-hal yang berhubungan dengan keuangan Mesir. Dengan ini maka dibentuklah panitia pengawasan internasional bernama Comite pourle Dette Publique (1876) yang beranggotalan Inggris, Austria, Italia, Prancis dan Jerman. Pembaharuan-pembaharuan diadakan baik dalam lapangan politik maupun keuangan. Intrvensi Barat tersebut dirasakan sangat berat oleh Khediv. Ketika ia tahu bahwa tuan-tuan tanah juga tidak puas terhadap pembaharuan itu maka ia mencoba melakukan sabotage terhadap pelaksanaan peraturan-peraturan yang telah disusun oleh menteri-menteri asing didalam kabinetnya. Kemudian Khedive memecat menteri-menteri asing tersebut. Namun tindakan ini ditentang oleh Inggris dan Perancis. Kedua negeri ini meminta Ismail untuk meletakkan jabatan namun di tolak kemudian Inggris dan Perancis membujuk sultan Turki untuk memecat Ismail. Dan kemudian digantikan oleh Tewfik, anak Ismail.
Khedevi baru dipaksa oleh kedua negara tersebut untuk mengembalikan adanya pengawasan terhadap keuangan Mesir. Setelah itu dibuatlah anggaran baru, penarikan pajak diperberat terutama bagi tuan-tuan tanah Mesir. Penasihat Inggris-Prancis mengurangi gaji pegawai dan opsir-opsir tentara. Dengan ini mengakibatkan munculnya gerakan nasionalisme di Mesir. Pemimpin gerakan tersebut ialah Kolonel Ahmad Arabi. Pada 1881 mereka memaksa Khedevi mengundang “Perwakilan orang-orang terbuka”  untuk bersidang yang dimana sidang tersebut menuntut diadakannya kabinet yang lebih baik. Pada 1882 Tewfik dipaksa untuk mengangkat Arabi sebagai menteri pertahanan.
Sejak 1880 hingga 1885 Pemerintahan di Inggris dipegang oleh Gladstone, kabinet Gladstone kedua tidak dapat memenuhi cita-cita partai liberal, menjalankan politik pasifistis, melakukan penghematan dan pembaharuan. Disamping itu juga karena suara publik makin hari bernada imperialistis. Dengan ini penguasaan Inggris terhadap Mesir dilakukan oleh suatu pemerintahan yang dipimpin oleh tokoh liberal.  Senagai reaksi terhadap tantangan kaum nasionalis Mesir, pemerintah Gladstone di Inggris dan Gamvetta di Perancis mengumumkan bahwa mereka akan melindungi Khedive dari musuh-musuh dalam maupun luar negeri. Mereka menuntut pula untuk agar Arabi dibebastugaskan dari jabatan menteri. Tuntutan Inggris ini membuat berkobarnya semangat anti asing. Di iskandaria saat itu timbul keributan dan membuat ±50 warga menjadi korban. Pada juli 1882, Admiral Seymour memerintahkan agar kapal-kapal perang Inggris memuntahkan peluru-pelurunya. Pada saat-saat yang kritis itu, kapal-kapal Perancis bahkan meninggalkan Iskandaria yang sedang dibom Inggris saat itu. Inggrispun meminta bantuan kepada Turki dan Italia namun kedua negeri tersebut menolak permintaan tersebut maka Inggris bertindak sendiri. Akhirnya pada tahun 1882 kekuatan Arabi dapat dipatahkan dalam pertempuran di Tel-el-kebir. Dengan demikian kekuasaan Tewfik dikembalikan dan Arabi diasingkan ke Sailan. Dengan begitu keuangan di atur kembali dan Inggris mengawasi pengeluaran Mesir. Untuk mengatur keuangan Inggris, Gladstone mengangkat Sir Evelyn Baring atau dikenal dengan Lord Cromer. Pada tahun 1882 Bismarck dan anggota Triple Alliance lainnya (AustroHungaria dan Italy) mengajukan protes terhadap tindakan tersebut dan menuntut diadakan konferensi Eropa untuk membahas-masalah Mesir. Kemudian diadakan koferensi yang dilangsungkan di Istanbul.
Dalam tahun 1882, kira-kira 80% kapal-kapal yang melalui Terusan Suez berbendera kebangsaan Inggris. Perancis merupakan pesaing Inggris terbesar di Mesir.

3.      Perlawanan Sudan terhadap Inggris—Mesir
Ketika Ismail menjadi Khedive di Mesir, ia ingin meluaskan kekuasaannya ke Sudan sebelah selatan.  Pada 1869 untuk memenuhi cita-cita tersebut maka dilaksanakan dan sebuah pemerinntahsn dibentuk di Bahr el Ghazal. Kemudian ia menunjuk Sir Samuel Baker sebagai Gubernur Jenderal.  Baker diperintahkan agar menanamkan kekuasaan Khedevi di daerah sebelah selatan Gondokoro, memasukan sistem perdagangan yang teratur dan sebagainya. Setelah kontrak Baker habis dan ia telah menaklukan daerah-daerah Equatoria.  Kemudian ia digantikan oleh Gubernur Jenderal Charles George Gordon. Saat ia bertugas banyak sekali kesulitan yang dihadapi. Ketidakpuasan dan pemberontakan di beberapa daerah mulai timbul. Pada tahun 1881 meletuslah pemberontakan yang dipimpin oleh Mahdi atau yang bernama lengkap Mohammad Ibn Al Saiyid ‘Abd Allah, ia merupakan guru agama yang mempunyai pengikut dalam jumlah besar.
Sebab-sebab pemberontakannya adalah
1.      Menentang ekspolitasi secara besar-besaran baik terhadap kekayaan alam, maupun terhadap penduduk.
2.      Tenaga pegawai untuk daerah Sudan ternyata terdiri atas orang-orang yang tidak bertanggung Jawab.
3.      Walaupun kekuasaan Khedive dapat diperluas hingga meliputi Darfur, Equatoria dan pantai laut Merah, tetapi untuk melakukan konsolidasi ternyata amat sukar.
Inggris bergerak lebih jauh ke selatan memasuki sudan, memadamkan perang suci muslim melawan otoritas Mesir dan pengaruh Inggris. Mahdi melakukan revolusi selama tiga tahun (1881-1884) dengan hasil yang gemilang. Ketika El Obeid jatuh ke tangan Mahdi, kota Khartoum berada dalam bahaya. Pada 1883 Hicks Pasha seorang kolonel Inggris didatangkan ke Khartoum, diangkat sebagai wakil panglima dan Ala’al-Din Pasha di angkat menjadi gubernur Jenderal di Sudan. Akan tetapi ekspedisi Hicks inipun mengalami kegagalan dan ini berarti Mahdi menguasai sebelah barat. Ketika pemberontakan dimulai, muncullah seorang pemimpin yang bernama Uthman Diqna di Sudan sebelah Timur. Ia merasa sakit hati karena usaha perdagangan budaknya ditindas oleh pemerintahan Mesir. Ia menemui Mahdi di El Obeid dan diperintahkan oleh Mahdi untuk merebut bandar-bandar penting di pantai Timur dan menutup jalan Suakin- Berber. Kapten Monerieff, R.N konsul Inggris di Suakin dibunuh bersama 148 orang lainnya. Dengan ini maka tentara Mesir diserang baik dari Jurusan Barat maupun Timur.  Kemenangan-kemenangan kaum pemberontak membuat tentara yang di pimpin Hicks mengalami kesulitan. Kehancuran ekspedisi Hicks membuat tentara Mesir di tarik kembali dari Sudan sebelah Barat dan Selatan akan tetapi mereka tetap mempertahankan kota yang belum di kuasai oleh Mahdi.
Baring menyarankan kepada Khedevi untuk penaklukan Sudan disabarkan dahulu karena pada waktu itu Mesir sama sekali tidak mempunyai kekuatan baik berupa uang maupun tenaga. Tetapi keputusan itu di tolak, ia mengirimkan Jenderal Valentine Baker untuk merebut kembali Sinkat dan Tokar namun gagal. Pada 1884 Gladstone mengirimkan Jenderal Charles Gordon Pasha, yang merupakan bekas Gubernur Jenderal Sudan akan tetapi Gordon meremehkan kekuatan dan pengaruh Mahdi. Setibanya di Cairo Gordon menemui Khedevi, Baring dan pembesar-pembesar Mesir lainnya. Selanjutnya Gordon melakukan penyelidikan-penyelidikan. Kemudian ia berpendapat jika Khartoum jatuh ke tangan Mahdi, maka akan sangat sukarlah kota itu direbut kembali. Situasi kota Khartaoum menjadi sangat kritis. Pengikut Mahdi telah mendekati ibu kota tersebut. Mahdi mendesak Gordon untuk menyerahkan dirinya kepada Mahdi namun tidak ada jawaban dari Gordon kemudian Mahdi mendesak sekali lagi agar Gordon menyerah namun menolak. Akhirnya gordon bersama tentaranya di kepung oleh kaum Mahdi. Pada 25 Januari 1885, orang sudan yang dipimpin oleh Mahdi, yang menganggap dirinya penerus muhamad, merebut khartoum dan membunuh Jenderal Gordon, yang telah diutus untuk memimpin pasukan Mesir. Pada 1898, Inggris, dilengkapi dengan senapan mesin memberondong kaum Muslimin yang menyerang di Omdurman. Korban dilaporkan sebelas ribu Muslim dan dua puluh delapan pasukan Inggris. Berita tentang jatuhnya kota Khartoum dan kematian Gordon membuat hati ratu Victoria bergetar dan suara publik Gordon membela kematian Inggris. Setelah Gladstone jatuh maka naiklah Salisbury untuk menjabat perdana menteri baru dan ia melanjutkan politik Gladstone . Beberapa bulan Khartoum jatuh, Mahdi meninggal dunia. Pemerintahan Sudan dipegang oleh anaknya, Khalifa ‘Abd Allahi el Tarishi. Selama tiga belas tahun Sudan menjadi negara merdeka. Pada 1896 timbullah perselisihan lagi tentang Sudan.
















BAB III
Kesimpulan

Afrika adalah benua terbesar kedua setelah Asia. Afrika mempunyai sumber kekayaan alam yang begitu melimpah. Tidak banyak yang menyadari bahwa Afrika memiliki sumber daya alam yang begitu menggiurkan hingga seorang penjelajah bernama D. Livingstone dan H.M. Stanley membuka rahasia “benua gelap” tersebut. Mulailah bangsa barat berdatangan ke Afrika untuk menguasai benua tersebut. Daerah Afrika Barat dan Timur merupakan daerah sasaran pedagang barat. Pembentuk imperium-imperium dari Jerman, Inggris, dan Perancis saling bersaingan untuk mendapatkan daerah pengaruh. Daerah Afrika Barat seperti Dahomey, Pantai Gading dan Guinea, merupakan “jendela-jendela laut” yang penting bagi pedagang dan sebagai pangkalan untuk meneruskan pengluasaan pengaruh ke daerah pedalaman. Sehingga daerah-daerah tersebut menjadi bahan rebutan bagi para pedagang-pedagang tersebut. Sedangkan di Afrika Timur, pedagang-pedagang barat yang bersaing antara lain Jerman dan Inggris. Daerah yang diperebutkan adalah daerah sebelah utara Mozambique (jajahan Inggris) samapai daerah Sudan. Tidak hanya itu saja ketika terbukanya terusan Suez juga terjadinya perebutan, Inggris menaruh perhatian terhadap terusan Suez tersebut karena mereka menyadari bahwa Terusan Suez adalah jalan menuju ke India dan Mesir adalah sebuah kedai ke jalan itu. Ketika Khedevi Ismail mengalami kebangkrutan, ia menjual saham terusan Suez dan tentu saja Inggris tidak melewatkan kesempatan itu. Namun uang yang digunakan untuk menutup kekurangan kas negeri tidaklah cukup sehingga Khedevi Ismail mengajukan peminjaman kepada Perancis dan Inggris yang dimana nanti timbul pembaharuan yang memberatkan tuan tanah di Mesir. Sehingga menyebabkan turunnya Khedevi Ismail. Ia digantikan oleh anaknya. Saat Tewfik berkuasa muncullah gerakan nasionalisme yang dipimpin oleh Ahmad Arabi. Namun gerakan tersebut berhasil dipadamkan pada tahun 1882. Sebelum terjadinya gerakan nasionalisme yang dipimpin oleh Ahmad Warabi. Sudah juga muncul perlawanan oleh Mahdi, seorang guru agama yang melawan tindakan Mesir dan Inggris yang ingin menguasai Sudan. Sebelum Khedevi Ismail turun dari jabatannya, ia mempunyai cita-cita untuk meluaskan kekuasaannya ke Sudan sebelah selatan. Namun peluasan ini tidak berjalan mulus. Muncullah pemberontakan yang dipimpin oleh Mahdi. Pemberontakan yang melentus pada tahun 1881. Mahdi berhasil melangsungkan revolusi selama tiga tahun dengan hasil yang gemilang. Ketika Mahdi berhasil menguasai Khartoum maka ditariknya kembali tentara Inggris-Mesir dari Sudan pada 1885, maka berakhirlah pertentangan taraf pertama antara Inggris-Mesir di satu pihak dan Sudan di pihak lainnya.
















DAFTAR PUSTAKA
Perry,Marvin. 2013. Peradaban Barat : Dari Revolusi Perancis hingga Zaman Global. Yogyakarta : Kreasi Wacana.
Soeratman,Darsiti.2012. Sejarah Afrika.Yogyakarta : Ombak


Tidak ada komentar:

Posting Komentar