Restorasi
Meiji, Meiji Ishin, Revolusi Meiji,
atau Pembaruan Meiji adalah serangkaian kejadian ‘reformasi’ di
Jepang yang praktis terjadi hanya dalam 3 tahun (1866-1868), tumbangnya
pemerintahan feodal-korup keshogunan Tokugawa sebagai akhir zaman Edo
dan berpuncak pada pengembalian kekuasaan di Jepang kepada Kaisar
pada tahun 1868, sebagai awal zaman Meiji.
Restorasi ini membawa perubahan besar-besaran
struktur politik dan sosial Jepang, dan berlanjut hingga zaman
edo. Kata Meiji sendiri berarti kekuasaan pencerahan
dan pemerintah waktu itu bertujuan menggabungkan “kemajuan Barat” dengan
nilai-nilai “Timur” tradisional.
Inilah babak pertama pemerintahan
diktator militer feodalisme di Jepang. Keshogunan Tokugawa berkuasa
turun-temurun 15 generasi selama 265 tahun sejak 24 Maret 1603 dengan
pengangkatan Tokugawa Ieyasu sebagai Sei-i Taishōgun dan berakhir pada 9
November 1867 ketika Tokugawa Yoshinobu (Keiki), Shogun generasi terakhir
mengembalikan kekuasaan ke tangan kaisar (Taisei Hōkan).
Inilah
era zaman edan ala Jepang, disebut Zaman Edo, merujuk pada
ibukota Edo (sekarang Tokyo), zaman kegelapan Keshogunan Tokugawa atau Keshogunan
Edo (Edo Bakufu). Di masa ini, kekuasaan kaisar yang berkedudukan di Kyoto
hanyalah simbolik belaka tanpa daya, sebab istana kaisar hanya mengeluarkan
kebijakan, sedang yang menjalankan wewenangnya adalah klan Shogun Tokugawa.
Di masa ini, oleh Toyotomi Hideyoshi rakyat
Jepang dibagi-bagi menurut sistem kelas . Kelas samurai berada di hirarki
paling atas, diikuti petani, pengrajin dan pedagang. Tak ayal, pemberontakan
sering terjadi akibat kekuasaan yang korup, kakunya pembagian sistem kelas dan
tidak memungkinkan orang untuk berpindah kelas. Pajak semena-mena yang
dikenakan terhadap petani selalu berjumlah tetap tanpa memperhitungkan inflasi.
Samurai yang menguasai tanah harus
menanggung akibatnya, karena jumlah pajak yang berhasil dikumpulkan semakin
hari nilainya semakin berkurang. Perselisihan soal pajak sering menyulut
pertikaian antara petani kaya dan kalangan samurai yang terhormat tapi kurang
makmur. Pertikaian sering memicu kerusuhan lokal hingga pemberontakan berskala
besar yang umumnya dapat segera dipadamkan.
Seiring waktu berjalan, kelompok anti keshogunan
Tokugawa justru semakin bertambah kuat. Era Bakumatsu datang, era Edo
mulai terancam keruntuhan. Dimulai dengan kedatangan Kapal Hitam Angkatan
Laut Amerika Serikat di bawah pimpinan komodor Matthew C. Perry tahun 1853,
Jepang yang selama ini terkungkung dalam isolasi mulai membuka mata melihat
kemajuan dunia Barat. Keshogunan yang akhirnya bekerjasama dengan asing
dalam Perjanjian Shimoda dan Perjanjian Towsen Harris menggugah kesadaran
bangsa Jepang untuk bangkit dari keterpurukan dan kungkungan tiran penguasa
korup Tokugawa.
Gelombang pembaharuan menggelora.
Spirit perlawanan terhadap penguasa korup dan sentimen anti barat menjadi dua
kekuatan yang mengobarkan perlawanan terhadap feodalisme keshogunan.
Sakamoto Ryoma mencetuskan pembentukan aliansi nasionalis pro-kekaisaran Satsuma-Choshu
antara Saigo Takamori (pemimpin Domain Satsuma) dan Kido Tkayoshi (pemimpin
Domain Choshu) untuk melawan keshogunan yang didukung samurai elit
Shinsengumi.
Dengan slogan politik “Sonnō jōi!”
(Dukung kaisar, usir barbar!), perjuangan aliansi pro-kaisar membuahkan hasil.
Pada 9 November 1867 Tokugawa Yoshinibu menyerahkan kekuasaan ke tangan kaisar
(Taisei Hōkan), kaisar Komei. Pada 3 Februari 1867, Kaisar Meiji naik tahta
menggantikan ayahnya, Kaisar Kōmei yang wafat pada 30 Januari 1867. Peristiwa
ini merupakan titik awal “restorasi” kaisar Meiji, meskipun Yoshinobu masih
tetap memiliki kekuasaan yang signifikan.
Pada Januari 1868, pecah perang Boshin
(Perang Tahun Naga) dan Pertempuran Toba-Fushimi. Dalam pertempuran itu,
tentara aliansi Satsuma-Choshu mengalahkan tentara mantan keshogunan.
Kaisar Meiji mencopot semua kekuasaan yang dimiliki Yoshinobu, dan “restorasi”
secara resmi dapat dimulai. Pada 3 Januari 1869, Kaisar mengeluarkan deklarasi
formal tentang pengembalian kekuasaan ke tangannya.
Remaja
Kaisar Meiji dengan perwakilan asing di akhir Perang Boshin , 1868-1870.
Kaisar
Jepang mengumumkan kepada semua kepala negara dari negara-negara asing beserta
‘antek-antek’ mereka bahwa izin telah diberikan kepada Shogun Tokugawa
Yoshinobu untuk mengembalikan kekuasaan pemerintah sesuai dengan permintaannya
sendiri.
“Mulai saat ini kami akan melaksanakan kekuasaan tertinggi
untuk urusan-urusan dalam dan luar negeri dari negara ini. Maka dari itu, semua
penyebutan Taikun dalam perjanjian-perjanjian yang telah dibuat harus diganti
dengan perkataan Kaisar. Para pejabat sedang ditunjuk oleh kami untuk
melaksanakan urusan-urusan luar negeri. Perwakilan-perwakilan dari
negara-negara penandatangan traktat hendaknya memaklumi pengumuman ini.”
Sejumlah petinggi keshogunan
mengajak tentaranya melarikan diri ke Hokkaido, dan mencoba mendirikan negara merdeka
bernama Republik Ezo. Namun tentara
yang setia kepada kekaisaran mengakhiri upaya mereka dalam Pertempuran Hakodate di Hokkaido,
Mei 1869. Kekalahan tentara mantan keshogunan yang dipimpin oleh Enomoto Takeaki dan Hijikata
Toshizo menandai tamatnya Keshogunan Tokugawa dan pemulihan
sepenuhnya kekuasaan di tangan Kaisar.
Pemerintah Oligarki Meiji yang
bertindak atas nama kekuasaan kaisar memperkenalkan upaya-upaya konsolidasi
kekuasaan untuk menghadapi sisa-sisa pemerintahan zaman Edo, keshogunan, daimyo dan samurai. Pada tahun
1868, semua tanah feodal milik Keshogunan Tokugawa disita dan dialihkan
di bawah “kendali kekaisaran”. Tindakan ini sekaligus menempatkan mereka di
bawah kekuasaan pemerintahan baru Meiji. Pada tahun 1869, daimyo Domain Tosa, Domain Hizen, Domain
Satsuma dan Domain Choshu yang telah berjasa melawan kekuasaan keshogunan,
dibujuk untuk mau “mengembalikan domain mereka kepada kaisar.”
Daimyo lainnya juga selanjutnya
diperintahkan untuk melakukan hal yang sama. Dengan adanya penghapusan wilayah
domain, maka untuk pertama kalinya tercipta pemerintahan Jepang yang terpusat
dan berkuasa di semua wilayah negeri.
Pada tahun 1871, semua daimyo dan
mantan daimyo dipanggil untuk menghadap kaisar untuk menerima perintah pengembalian semua domain kepada
kaisar. Sekitar 300 domain (han) diubah bentuknya menjadi
prefektur yang dipimpin
oleh gubernur yang ditunjuk oleh negara.
Pada tahun 1888, beberapa prefektur
telah berhasil dilebur menjadi satu sehingga jumlah prefektur menciut menjadi
75 prefektur. Kepada mantan daimyo, pemerintah berjanji untuk menggaji
mereka sebesar 1/10 dari pendapatan bekas wilayah mereka sebagai penghasilan pribadi.
Selanjutnya, utang-utang mereka berikut pembayaran gaji serta tunjangan untuk
samurai diambil alih oleh negara.
Semasa Restorasi Meiji,
feodalisme Jepang secara perlahan-lahan digantikan oleh ekonomi pasar dan
menjadikan Jepang sebagai negara yang dipengaruhi negara-negara Barat hingga
kini. Restorasi Meiji menekankan pendidikan sebagai mata tombak reformasi dan
modernisasi. Pendidikan menjadi hak dan kewajiban semua warga. Inilah salah
satu kunci keberhasilan restorasi Jepang, yang menjadikan negara ini cepat
beradaptasi dengan perkembangan sains dan teknologi Barat di masa selanjutnya,
disamping administrasi
pemerintahan yang sangat rapi warisan dari rezim Tokugawa.
Faktor
yang tak kalah pentingnya dalam membawa keberhasilan restorasi adalah
karakteristik kepribadian bangsa Jepang yang sangat dipengaruhi oleh
spirit Bushido dan filosofi samurai yang sangat asketik, pekerja keras,
berdisiplin tinggi, pantang menyerah, totalitas loyalitas dan menjunjung tinggi
tradisi, kode etik dan tata krama dalam kehidupan.
Menjelang akhir abad ke 19 Jepang sudah
berhasil menjadi kekuatan militer dengan angkatan laut yang sangat tangguh
sehingga dapat mengalahkan secara mutlak armada raksasa Rusia di Selat
Tsushima, menyapu bersih kepulauan Sachalin, mengambil Korea dan Semenanjung
Liau-Tung dari Rusia, serta Port Arthur dan Dairen (Wells, 1951).
Dalam kurun waktu kurang dari 4 dekade,
Restorasi Meiji sukses mengakselerasi industrialisasi di Jepang yang
dijadikan modal untuk kebangkitan Jepang sebagai kekuatan militer pada tahun
1905 di bawah slogan “Negara Makmur, Militer Kuat” (fukoke kyohei).
Pengaruh mendasar lainnya pada
keberhasilan restorasi Meiji adalah kehadiran bangsa Amerika di
Jepang dengan perubahan Konstitusi Jepang yang dibuat atas
supervisi Jenderal MacAthur, dan konstitusi itu masih berlaku hingga kini. Di
bawah asuhan Jenderal MacArhur, Jepang tumbuh kembali menjadi negara ekonomi
yang sangat tangguh, sehingga menjadi super power dalam bidang ekonomi hingga
kini.
Restorasi Meiji, dengan semangat
bushido samurai khas ksatria Jepang, negara ini mampu merevolusi feodalisme
korup yang telah berlangsung 265 tahun dan kini menjadi negara maju dalam
industri dan perkasa dalam ekonomi di arena dunia. Jika dihitung dari awal
tercetusnya tahun 1853 berarti kini tela memasuki tahun ke-152. Satu setengah
abad dalam sejarah perjuangan bangsa Jepang untuk bisa berjaya.
Bagaimana dengan Indonesia? Dua sejarah
dan latar belakang bangsa yang sebenarnya tak jauh berbeda. Sudahkah negeri ini
mulai merombak struktur politik, sosial dan budaya secara menyeluruh dengan
semangat juang prawira-ksatria-mujahid khas Indonesia seperti
halnya semangat bushido dan filosofi samurai khas Jepang. Entah dengan
nama revolusi, reformasi, rekonstruksi atau restorasi, tujuannya adalah
perubahan, pembarauan, perbaikan
total. Jika belum, sepertinya semua harus bersabar menunggu sampai tahun
2160-an, 150 tahun lagi untuk mengikuti jejak Jepang, itupun jika langkah itu
mulai diayunkan hari ini.
Proses modernisasi di Jepang
sesungguhnya dimulai sejak pembukaan Jepang oleh Commodore Perry yang memaksa
Jepang membuka beberapa pelabuhannya dan memberi konsesi pada negara-negara
Barat. Bangsa Jepang mulai menyadari ketinggalan-ketinggalan yang mereka alami.
Perkembangan yang dicapai selama negara tertutup (politik isolasi), ternyata
tidak dapat mengimbangi kemajuan yang dicapai negara-negara Barat. Jepang
menyadari untuk segera mengadakan perubahan dan menyesuaikan diri pada
perkembangan baru yang terjadi di negara-negara Barat kalau tidak ingin dijajah
seperti bangsa-bangsa lainnya di Asia pada masa itu. Perubahan dan penyesuaian
diri tersebut dikenal dengan Restorasi Meiji.1)
Restorasi Meiji dalam arti sempit
dapat diartikan sebagai pemulihan kembali Kaisar Meiji setelah penggulingan
pemerintahan Tokugawa pada tanggal 3 Januari 1868 oleh kekuatan-kekuatan yang
dipelopori oleh daerah-daerah Satsuma (sekarang propinsi Kagoshima), dan Coshu
(sekarang propinsi Yamaguchi).2)
Peristiwa tersebut telah membuka ke arah pembaharuan-pembaharuan dalam bidang
politik, ekonomi, pendidikan, angkatan perang, dan lain-lain, serta meletakkan
sendi-sendi bagi suatu Jepang modern.
Restorasi Meiji menimbulkan sistem
pendidikan baru di Jepang mengikuti pendidikan Barat. Kewajiban belajar untuk
anak usia 6 tahun diharuskan bagi semua penduduk. Untuk tiap 600 penduduk diadakan
1 sekolah rendah. Negara dibagi menjadi8 daerah pendidikan, tiap daerah terdiri
32 sekolah menengah dan 1 universitas. Banyak pelajar dikirim ke luar negeri
untuk menyempurnakan ilmu pengetahuan tentang peradaban Barat. Sekembalinya ke
Jepang mereka ditugaskan dalam pembangunan dan modernisasi negara. Dalam waktu
50 tahun Jepang telah menjadi negera modern.3)
Ada beberapa faktor yang
memungkinkan tercapainya modernisasi secara cepat. Pertama, dasar-dasar untuk
mencapai modernisasi sebenarnya sudah ditanamkan sejak jaman Tokugawa yang
berlangsung kira-kira dua setengah abad lamanya. Karena selama itu rakyat
Jepang telah ditempah dalam persatuan dan kebiasaan patuh kepada pimpinan
dengan kerelaan mengorbankan diri. Kepatuhan tersebut kemudian menjelma menjadi
bentuk cita-cita nasional dengan kesetiaan kepada Tenno dan cinta tanah air.
Semangat ini menjadi salah satu faktor yang mendorong tercapainya pembentukan
masyarakat modern. Kedua, karakter bangsa Jepang yang ingin belajar, berhasrat
besar menerima pengetahuan itu dan melakukan perbaikan atasnya. Mottonya; “cari
dan temukan praktek terbaik di seluruh dunia dan lakukan perbaikan atasnya.”
Hal inilah yang menyebabkan Jepang mengalami “loncatan-loncatan” besar
kemajuannya, seperti yang dicatat
oleh Richard Deacon:
Jepang sesungguhnya telah beralih dari abad
ketujuhbelas ke abad keduapuluh dalam waktu hanya 50-60 tahun saja. Pada
tahun-tahun 1840-an kehidupan di Jepang kira-kira seperti kehidupan di Inggris
dalam tahun-tahuan 1640-an. Menjelang tahun 1910, Jepang telah berperadaban
tinggi dan modern.4)
Restorasi Meiji menjadikan Jepang
sebagai negara terkemuka di Asia pada waktu itu. Perkembangan industri
militernya mengancam kedudukan bangsa-barat Barat di Asia, sehingga Jepang
dijuluki sebagai “bahaya kuning”. Namun kemajuan yang dicapai akibat Restorasi
Meiji tersebut juga menimbulkan masalah-masalah dalam negeri yang menyebabkan
Jepang menjadi negara imperialis.
Daftar
Referensi:
Ø Yeti
Nurhayati, 1987. Langkah-langkah Awal Modernisasi Jepang. Jakarta: Dian
Rakyat,
hal. 50
hal. 50
Ø Fukuzawa
Yukichi, 1985. Jepang di Antara Feodalisme dan Modernisme. Jakarta:
Pantja
Simpati, hal. 217
Simpati, hal. 217
Ø Soebantardjo,
1958. Sari Sedjarah Asia-Australia. Jogjakarta: Bopkri, hal. 13-14
Baca Kata Pengantar Richard Deacon, 1986. Menyingkap Dinas Rahasia Jepang Kempei Tai. Jakarta: Swadaya Aksara.
Baca Kata Pengantar Richard Deacon, 1986. Menyingkap Dinas Rahasia Jepang Kempei Tai. Jakarta: Swadaya Aksara.
Ø Restorasi
Meiji, Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Ø Restorasi Meiji atau modernisasi Jepang dibawah
kaisar Meiji-http://abinissa.wordpress.com/2007/11/04/restorasi-meiji-atau-modernisasi-jepang-dibawah-kaisar-meiji/
Ø Era
Tokugawa Dan Restorasi Meiji-http://blog.andiarahman.com/era-tokugawa-dan-restorasi-meiji/
Ø Sejarah
Restorasi Meiji- http://nafaspembaharuan.blogspot.com/2012/07/sejarah-restorasi-meiji.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar