Rabu, 10 April 2013

Kilas Pemberontakan Petani Banten 1888

Pemberontakan di Banten tahun 1888 merupakan suatu fenomena tersendiri. Tetapi peristiwa tersebut bukanlah suatu tindakan yang tiba-tiba dari petani yang tidak tahu apa-apa, yang mengamuk karena fanatik agama, seperti yang pernah dikesankan oleh beberapa laporan. Sejak pertama sudah jelas bahwa pemberontakan ini merupakan suatu pemberontakan yang telah dipersiapkan dan direncanakan secara matang serta mempunyai lingkup yang jauh melampaui batas-batas kota kecil Cilegon. Peristiwa itu merupakan kulminasi suatu gerakan pemberontakan yang selama bertahun-tahun berlangsung baik secara terang-terangan atau pun rahasia.
Berbagai peristiwa yang terjadi menunjukkan bahwa tarekat merupakan sarana penyebaran informasi rahasia dan komunikasi diantara anggota gerakan yang yang efektif. Informasi disalurkan melalui tarekat secara rahsia dan sedemikian rupa sehingga pejabat-pejabat pemerintah tidak menduga sedikitpun apa yang sedang terjadi. Pertemuan-pertemuan tersebut telah mempersatukan para kyai selaku pemimpin gerakan di daerah masing-masing. Dengan menggunakan ruang keagamaan, mereka saling tukar  pengalaman dan membicarakan strategi kampanye.
Pemimpin-pemimpin Gerakan
Haji Abdul Karim
Haji Abdul Karim, ulama besar dan orang suci di mata rakyat, adalah yang paling menonjol diantara pemimpin-pemimpin gerakan itu. Haji Abdul Karim adalah seorang pemimpin dan guru tarekat Qadiriah.
Kyai Haji Tubagus Ismail
Kepemimimpinanya diakui oleh orang-orang Banten, selain berasal dari keturunan bangsawan, ia juga dikenal sebagai cucu Tubagus Urip yang telah dianggap sebgai Wali Allah. Beliau tidak mencukur rambutnya seperti lazimnya seorang haji, dan dalam berbagai jamuan beliau hampir tidak mau makan apapun.

Pematangan Gagasan Pemberontakan
Sudah sejak tahun 1884 gagasan mengenai pemberontakan muncul. Dalam satu pertemuan di rumah Haji Wasid di Beji diputuskan untuk mencari pengikut dari kalangan santri. 26 Pertemuan diadakan diberbagai tempat yang dihadiri oleh sebagian besar pemimpin pemberontak setempat. Guru-guru tarekat ditugaskan untuk menyebarkan gagasan itu dan mencari pengikut. Pejabat-pejabat Eropa merasa cemas melihat kegiatan yang sangat meningkat dalam kehidupan agama rakyat, akan tetapi mereka ditenangkan oleh pejabat-pejabat Banten yang tidak melihat hal-hal yang membahayakan dalam manifestasi-manifestasi keagamaan itu. Pertemuan-pertemuan yang paling penting diantara anggota gerakan seringnya memanfaatkan acara-acara pesta, seperti perkawinan atau sunatan. Pertemuan-pertemuan yang lebih kecil menggunakan pertemuan zikir. Para pemberontak begitu pandai merahasiakan strategi gerakan mereka sehingga selama bertahun-tahun pemerintah colonial tidak dapat menemukan fakta-fakta yang bisa dijadikan alasan untuk menangkap mereka.
Meluasnya Semangat Revolusioner Dan Beberapa Persiapan
Persiapan selama berbulan-bulan dilakukan untuk melancarkan pemberontakan. Dalam empat bulan terakhir, tahun1887, kegiatan anggota-anggota gerakan sangat meningkat, mereka adakan pertemuan-pertemuan, melakukan perjalanan dan mempropagandakan perjuangan serta melatih para santri untuk bertempur. Saat itu, semangat pemberontakan sudah mencekam anggota-anggota tarekat. Mereka menyadari bahwa gerakan mereka sudah mencapai banyak kemajuan, dan mereka memutuskan untuk memperluas persiapan-persiapan pemberontakan dan mengikutsertakan orang-orang di luar tarekat.
Kegiatan-kegiatan persiapan pemberontakan selama tiga bulan terakhir tahun 1887 dan pertengahan pertama tahun 1888, ditandai oleh factor-faktor sebagai berikut : (1) latihan pencak dipergiat ; (2) pengumpulan dan pembuatan senjata ; (3) propaganda di luar Banten dilanjutkan.
Kegiatan-kegiata propaganda juga masih terus dilancarkan,  dengan jalan membakar semangat mereka melalui khotbah-khotbah tentang ramalan-ramalan dan ajaran tentang Perang Sabil, dan mendorong mereka untuk memakai jimat dan ikut dalam pertemuan-pertemuan keagamaan. Kegiatan-kegiatan gerakan benar-benar ditingkatkan, dan salah satu buktinya yang nyata adalah seringnya diadakan pertemuan oleh pemimpin-pemimpin pemberontak hampir setiap minggu. Haji Abdulsalam ditugaskan untuk menyediakan senjata-senjata gelap, ia dibantu oleh Haji Dulgani dan Haji Usman.
Enam Bulan Terakhir Tahap Persiapan
Pada tanggal 12 bulan Ruwah atau 22 april 1888 pertemuan diadakan di rumah Haji Wasid di Beji. Pada akhir pertemuan, ketiga ratus orang tamu berkumpul di mesjid dimana para kyai dan murid-murid mereka bersumpah ; pertama, bahwa mereka akan ambil bagian dalam Perang Sabil, kedua bahwa mereka yang melanggar janji akan dianggap sebagai kafir, ketiga bahwa mereka tidak akan membocorkan rencana mereka kepada pihak luar.
Mereka dengan khidmat berjanji akan membunuh semua orang Eropa dan semua pejabat pemerintah. Keputusan-keputusan lain yang telah diambil adalah mengenai hal-hal sebagai berikut ; untuk setiap empat puluh orang akan diangkat seorang pemimpin kelompok, pakaian-pakaian akan dikumpulkan dan dipakai dalam pertempuran, setiap orang yang telah mengucapkan sumpah akan menandatangani pengukuhannya secara tertulis.
Menjelang Pemberontakan
Haji Abdurrakhman memberikan laporan mengenai pertemuan di Trumbu dan menambahkan bahwa ia telah ditugaskan untuk membunuh wedana Ciruas, asisten residen Kalodran, dan penghulu sub-distrik (kecamatan), setelah ia selesai dengan tugasnya di Serang, ia lalu memerintahkan pasukan untuk mengasah golok mereka dan membagi-bagikan jimat dan pakaian putih. Dua hari kemudian barisan  terus bertambah besar, bersenjata golok dan tombak, serta dipimpin oleh Haji Wasid dan Haji Tubagus Ismail. Mereka bergerak dari Cibeber ke arah Saneja, salah satu titik terpenting dimana mereka sedang menantikan aba-aba untuk menyerang.

Tempat dan waktu terjadinya pemberontakan
            Pemberontakan petani Banten merupakan suatu reaksi terhadap kolonialisme Barat di Banten sendiri. Sekitar tahun 1888 terjadi pemberontakan di daerah Anyer ujung Barat Laut Pulau Jawa.
Latar Belakang Pemberontakan
            Latar belakang pemberontakan didasarkan pada berbagai aspek. Diantara aspek yang dimaksud adalah aspek sosial ekonomi, politik, kebangkitan agama, keresahan sosial dan lain lain.
·         Aspek sosial-ekonomis
Aspek sosial-ekonomi masyarakat Banten pada saat itu merupakan bermata pencaharian pertanian. Dari sanalah muncul adanya patron and clien antara pemilik tanah dan penggarap tanah. Dengan datangnya pemerintaha kolonial Belanda, maka terjadi penguasaan atas tanah dan penerapan sistem pajak berupa penghasilan. Pajak yang harus diberikan merupakan seperlima penghasilan yang diserahkan. Maka memunculkan pemberontakan antara rakyat dan pemerintahan.
·         Politik
Perkembangan politik Banten pada saat itu merupakan mayoritas bersifat ketradisionalan. Golongan tradisional yang hampir mendominasi masyarakat banten. Sultanlah yang menjadi penguasa dan rakyat harus tunduk kepada penguasanya. Ketika Belanda datang, kekuasaan sultan menjadi boneka-boneka Belanda yang nantinya digunakan untuk memeras rakyat. Pamong praja di bentuk oleh belanda. Dari sanalah terjadi ketegangan karena sistem baru itu merugikan rakyat.
·         Kebangkitan agama
Seperti halnya daerah lain, kebangkitan agama terjadi di Banten. Sebagai respon terhadap westernisasi. Kebangkitan ini dipimpin oleh seorang haji yang nantinya sekaligus memimpin pemberontakan yang karismatik.
·         Keresahan sosial
Keresahan sosial yang terjadi di Banten memiliki peranan dalam terjadinya pemberontakan. Faktor-faktor yang ikut menyebabkan terjadinya pergolakan pergolakan dan keresahan sosial adalah kompleks dan beraneka ragam seperti disintegrasi tatanan tradisional dan proses yang menyertainya, yakni semakin memburuknya sistem politik, dan tumbuhnya kebencian religious terhadap penguasa penguasa asing, sangat menonjol dalam banyak pemberontakan di Banten.
Ditambah lagi adanya pamong praja yang menghasut masyarakat karena mereka kecewa terhadap pemerintahan kolonial. Hal ini memunculkan terjadinya permusuhan dengan pihak pamong praja.
Pemberontakan
            Pemberontakan petani banten merupakan suatu pemberontakan secara terencana dan tersusun secara tertutup. Peristiwa ledakan di Cilegon menjadi bukti aktivitas mereka, dan yang seorang hajilah yang menjadi peranan penting didalamnya. Salah satu diantara haji-haji tersebut adalah Haji Abdul Karim. Setelah Haji Abdul Karim kemudian muncullah Kiayi Haji Tubagus Ismail yang menggiatkan kembali pemberontakan.
            Kematangan pemberontakan terjadi setelah banyak mencari pengikut, yaitu pengikut haji Marjuki, haji Wasid dll. Kegiatan-kegiatan persiapan pemberontakan selama tiga bulan terakhir tahun 1887 dan pertengahan pertama tahun 1888, ditandai oleh factor-faktor sebagai berikut : (1) latihan pencak silat (2) pengumpulan dan pembuatan senjata (3) propaganda di luar banten dilanjutkan. Kegiatan-kegiatan lain diteruskan seperti menghasut khotbah tentang ramalan-ramalan dan ajaran tentang perang sabil, dan mrndorong mereka  untuk memakai jimat dan ikut dalam pertemuan-pertemuan keagamaan. Kegiatan-kegiatan gerakan benar-benar ditingkatkan, dan salah satu buktinya yang nyata adalah seringnya di adakan pertemuan  oleh pemimpin-pemimpin pemberontak hamper setiap minggu.
            Pemberontakan ini terjadi pada tanggal 9 Juli tahun 1888. Mereka melakukan pemberontakan di daerah   Cilegon dengan maksud untuk membunuh pejabat-pejabat yang termasuk dalam birokrasi kolonial. Mereka tidak peduli meskipun harus membunuh pribumi bila para pribumi itu bekerja pada Koloni Belanda. Adapun mereka tidak membunuh seseorang bila orang itu mengucapkan kalimat syahadat. Serangan yang dilaksanakan kaum pemberontak pada tanggal 9 Julia ini merengut hampir semua pejabat terkemuka di Cilegon. Seperti Dumas yang merupakan juru tulis pada pengadilan distrik menjadi korban pertama pada pemberontakan ini.Mereka menyerang rumah-rumah pejabat kolonial dan membakar habis rumah serta arsip arsip penting pemerintahan kolonial.
Penumpasan pemberontakan
Kekalahan yang terjadi di Toyomerto menjadi titik awal kehancuran pemberontakan ini. pasukan mereka tercerai berai sehingga pasukam militer Belanda memenangkan pertempuran. Satu persatu pemimpin pemberontakan wafat dan yang masih hidup ditawan dan sebagian dihukum mati. Namun setelah berakhirnya pemberontakan yaitu pada tahun 1889 muncul gerakan pemberontakan baru yang dipimpin oleh Haji Ahmad namun desas desus itu sudah diketahui oleh pemerintah kolonial dan dapat diredam dengan mudah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar