BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Salah satu pegangan mendasar
tentang politik, kenegaraan dan kekuasaan adalah buku The Prince selama 400
tahun. Buku ini ditulis oleh seorang bangsawan Florentine yaitu Niccolo
Machiavelli. Munculnya karya Machiavelli ini bukannya menjadi pedoman/panduan
bagi pemerintah demokratis dan efisien, melainkan menjadi blue print dari
gagasan paraa diktator sehingga karyanya ini selalu dicari setiap orang yang
tertarik pada politik dan kekuasaan. Tulisan ini adalah hasil pemikiran dari
Machiavelli mengenai studi klasik tetntang kekuasaan yaitu bagaimana dalam
memperolehnya, memperluas dan menggunakannya dengan hasil yang maksimal oleh
karena itu nilai utama yang ditekankan oleh Machiavelli adalah kebutuhan akan
stabilitas dalam wilayah seorang penguasa. Teori-teori yang terdapat dalam The
Prince sering dipuja sebagai metode-metode cerdik yang dapat digunakan oleh
penguasa yang sedang mencari kekuasaan untuk memperoleh tahta, atau oleh
seorang penguasa untuk mengukuhkan kekuasaannya. Menurut Machiavelli bahwa:
“Kebaikan moral yang terbesar
adalah sebuah Negara, yang bijak (vitous) dan stabil, dan tindakan-tindakan
untuk melindungi negara, betapapun kejamnya, dapat dibenarkan. Yang sangat
penting bahwa ia melakukan segala sesuatu yang perlu untuk dipertahankan
kekuasaannya; namun demikian, Machiavelli sangat menganjurkan bahwa terutama
sekali, Sang Pengauasa tidak boleh dibenci”. Machiavelli (Trijali, 2008: x-xi)
Dalam makalah ini akan dijelaskan
mengenai pemikiran Machiavelli dari karyanya The Prince yang mendefinisikan
metode-metode pemerintahan yang efektif dalam beberapa bentuk kePenguasaan
[misalnya, jabatan yang baru diperoleh vs keturunan] metode-metode didalamnya
digambarkan mencangkup pengajaran tentang perang dan kekejaman dan juga
memberikan nasihat tentang bagaimana soerang penguasa dapat memperoleh dan
mempertahankan kekuasaan serta bagaimana Negara itu harus diperintah dan
diperintahkan.
B.
Rumusan
Masalah
Mengacu pada uraian latar
belakang di atas maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam makalah ini
adalah “Bagaimana hasil pemikiran Machiavelli tentang politik dan kekuasaan?”.
Agar dalam menguraikan permasalahan menjadi lebih terarah maka kami membatasi
permasalahan dalam bentuk pertanyaan, yaitu:
1. Bagaimana
Sejarah pemikiran Machiavelli itu lahir?
2. Mengapa
Teori-teori yang terdapat dalam The Prince sering dipuja sebagai metode-metode
cerdik yang dapat digunakan oleh penguasa yang sedang mencari kekuasaan untuk
memperoleh tahta, atau oleh seorang penguasa untuk mengukuhkan kekuasaannya?
3. Bagaimana
definisi dari metode-metode pemerintahan yang efektif dalam beberapa bentuk
kePenguasaan menurut Machiavelli?
4. Apa
nasihat yang diberikan oleh Machiavelli untuk soerang penguasa agar dapat
memperoleh dan mempertahankan kekuasaan serta bagaimana Negara itu harus
diperintah dan diperintahkan?
C.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang
dikemukakan sebelumnya maka jawaban dari permasalahan dalam makalah ini ialah
untuk mengetahui hasil pemikiran Machiavelli tentang politik dan kekuasaan.
Adapun tujuan penulisan makalah ini dapat dirinci sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui sejarah pemikiran Machiavelli tentang politik dan kekuasaan.
2. Untuk
mengetahui pemikiran Machiavelli tentang politik dan kekuasaan.
3. Untuk
mengetahui pengaruh dari pemikiran Machiavelli terhadap penguasa dan negara
dalam politik dan kekuasaannya.
D.
Metode Penulisan Makalah
Metode yang digunakan dalam penyusunan
makalah ini adalah dengan menggunakan metode tinjauan pustaka baik dari buku
sumber yang menurut saya terdapat kesesuaian dengan pembahasan dalam makalah
ini maupun sumber internet yang mendukung dengan cara berupa heuristic dan
kritik dan selanjutnya yaitu (1) penapsiran dan pengelompokan fakta-fakta dalam
berbagai hubungan mereka yang dalam bahasa Jerman disebut Auffasung dan (2)
formulasi dan presentasi hasil-hasilnya yang dalam bahasa Jerman disebut
Darstellung dan (3) menentukan dari kritik dokumen-dokumen kepada penulisan
teks yang sesungguhnya”. Carrard (Syamsudin, 2007: 155)
BAB
II
PEMBAHASAN
Pemikiran
Machiavelli Tentang Politik dan Kekuasaan
A.
Sejarah Pemikiran Machiavelli Tentang Politik
dan Kekuasaan
Saat itu keluarga Medici telah
menetapkan depotisme yangt relative lunak yang memberi mereka substansi
kekuasaan, namun sementara itu mengizinkan bentuk-bentuk republikan yang lebih
tua tetap ada.Tak satu pun dari keluarga Machiavelli yang mendukung Medici.Ayahnya
adalah ahli hukum (lawyer) dan ayahnya maupun Machiavelli menganggap diri
mereka sebagai republikan.Ia menenemukan ide-idenya di Roma dan membaca karya
tokoh-tokoh Yunani dalam terjemahan latin.
Machiavelli tumbuh dibawah hukum
anggota dinasti Medici yang mendapat gelar Lorenzo the Magnificent dari
masyarakat Florentine, dan zaman Lorenzo sering dilukiskan sebagai zaman
Agustus dari Renaissance Italia.Lorenzo sendiri adalah humanis terhormat,
penyair dan menjadi panutan (patron) seniman maupun kalangan terpelajar.
Pada saat itu Machiavelli adalah
sebagai ahli teori dan figur utama dalam realitas teori politik, ia sangat
disegani di Eropa pada masa renaissance. Dua buku yang terkenalnya adalah
Discorsi sopra la prima deca di tito livio (Diskursus tentang Livio) dan II
Principe (Sang Pangeran), awalnya ditulis sebagai harapan untuk memperbaiki
kondisi pemerintahan di Italia Utara, kemudian menjadi buku umum dalam
berpolitik dimasa itu, karena karya Machiavelli sendiri lebih berakar dalam
pada zamannya karena ia bukan contoh pertama penulis atau pakar teori, melaikan
partisipan aktif dalam kehidupan politik yang tak stabil dan kacau di tempat
asalnya Florence. Ketika itu terjadi “pergolakan terus-menerus dengan kota-kota
lebih kecil, sebagaimana Florence melawan Pisa, yang sering mengakibatkan
perang terbuka”. Machiavelli (Trijaji, 2008: 175).
IIPrincipeatau Sang Penguasa
menguraikan tindakan yang bisa atau perlu dilakukan seseorang untuk mendapatkan
atau mempertahankan kekuasaan. Nama Machiavelli, kemudian disosiasikan dengan
hal yang buruk yaitu, “untuk menghalalkan cara untuk mencapai tujuan” Trijaji
(2008: 175). Orang yang melakukan tindakan ini disebut Makiavelis.
B.
Teori Politik Kekuasaan Niccolo Machiavelli
Sebagaimana telah dicatat
sebelumnnya, teori politik kekuasaan Niccolo Machiavelli dapat dilihat sebagai
penanda transisi dari dunia kuno ke modern yang sangat kontroversi. Melalui
karyanya yang berjudul The Prince tahun 1513 ia sering dituduh gurunya
kejahatan karena nasehat-nasehatnya yang amoral.
Isi dari teori Machaivelli ( Skinner,1985:4)
sebagai berikut:
Untuk melakukannya, seorang
penguasa yang bijak hendaknya mengikuti jalur yang dikedepankan berdasarkan
kebutuhan, kejayaan, dan kebaikan Negara.Hanya memadukan machismo semangat keprajuritan,
dan pertimbangan politik, seorang penguasa barulah dapat memenuhi kewajiban
kepada Negara mencapai keabadian sejarah.
Penguasa bijak hendaknya memiliki
hal-hal sebagai berikut:
1)
Sebuah kemampuan untuk menjadi baik sekaligus buruk,
baik dicintai maupun di benci,
2)
Watak-watak, seperti ketegasaan, kekejaman,kemandirian,
disiplin, dan control diri,
3)
Sebuah reputasi menyangkut kemurahan hati,pengampunan,
dapat dipercaya dan tulus.
Seorang pangeran
harus berani untuk melakukan apapun yang diperlukan, betapa pun tampak tercela
karena rakyat pada akhirnya hanya peduli dengan hasilnya, yaitu kebaikan
Negara.
C.
Metode-Metode Pemerintahan yang Efektif dalam
Beberapa bentuk Kepenguasaan
Untuk mencapai sukses, seorang
penguasa harus dikelilingi dengan menteri-menteri yang mampu dan setia,
Machiavelli memperingatkan penguasa agar menjauhkan diri dari penjilat dan
minta pendapat apa yang layak dilakukan. seorang penguasa yang cermat tidak harus
memegang kepercayaannya jika pekerjaan itu berlawanan dengan kepentingannya.
“...Dia menambahkan, "Karena
tidak ada dasar resmi yang menyalahkan seorang Penguasa yang minta maaf karena
dia tidak memenuhi janjinya," karena "... manusia itu begitu sederhana
dan mudah mematuhi kebutuhan-kebutuhan yang diperlukannya saat itu, dan bahwa
seorang yang menipu selalu akan menemukan orang yang mengijinkan dirinya
ditipu."
Sebagai hasil wajar dari
pandangan itu, Machiavelli menasihatkan sang penguasa supaya senantiasa waspada
terhadap janji-janji orang lain.
The Prince (Sang Pangeran) sering
dijuluki orang "buku petunjuk untuk para diktator."Karier Machiavelli
dan berbagai tulisannya menunjukkan bahwa secara umum dia cenderung kepada
bentuk pemerintahan republik ketimbang pemerintahan diktator.Machiavelli
berpendapat bahwa nilai-nilai yang tinggi, atau yang dianggap tinggi, adalah
berhubungan dengan kehidupan dunia, dan ini dipersempit pula hingga
kemasyhuran, kemegahan, dan kekuasan belaka.Machiavelli menolak adanya hukum
alam, yang seperti telah diketahui adalah hukum yang berlaku untuk manusia
sejagat dan sesuai dengan sifat hukum, mengikat serta menguasai
manusia.Machiavelli menolak ini dengan mengemukakan bahwa kepatuhan pada hukum
tersebut, malah juga pada hukum apapun pada umumnya bergantung pada soal-soal
apakah kepatuhan ini sesuai dengan nilai-nilai kemegahan, kekuasaan, dan
kemsyhuran yang baginya merupakan nilai-nilai tinggi.Bahkan menurut pendapatnya
inilah kebajikan.Machiavelli mengatakan bahwa untuk suksesnya seseorang, kalau
memang diperlukan, maka gejala seperti penipuan dibenarkan. Misalnya, ia
mengakui bahwa agama mendidik manusia menjadi patuh, dan oleh sebab kepatuhan
ini perlu untuk suksesnya seorang yang berkuasa, maka perlulah agama tadi. Jadi
agama itu diperlukan sebagai alat kepatuhan, bukan karena nilai-nilai yang
dikandung agama itu.
“Menurut Deliar Noer, kita jangan
tergesa-gesa mengecap Machiavelli seperti digambarkan diatas. Memang
Machiavelli mengemukakan hal-hal tersebut, tetapi ini dalam pengertian
tertentu, yaitu mengenai keamiran atau kepangeranan, yaitu bentuk negara yang
telah korup, yang tidak akan mungkin lagi kecuali dengan kemauan, ketabahan dan
ketekunan serta kelihaian seorang pemimpin”.
Jadi dapat kami simpulkan bahwa
penipuan itu dilakukan terhadap musuh yang dianggap dari negara atau penguasa
tersebut yang dianggap mengganggu kekuasaan.
Gagasan kekuasaan machiavelli
patut dikaji setidaknya karena dua alasan, yaitu :
1. Gagasannya
telah menjadi sumber inspirasi yang tak pernah kering bagi banyak penguasa
sejak awal gagasan itu dipopulerkan sampai abad XX.Banyak negarawan dan
penguasa dunia yang secara sembunyi atau terus terang mengakui telah menjadikan
buku Machiavelli itu sebagai hand book (buku pegangan) mereka dalam memperoleh
dan mempertahankan kekuasaannya. Misalnya Hitler dan Mussolini. Gagasan yang
sama telah menjadi basis intelektual bagi pelaksanaan diplomasi kaum realis
(realisme). Realisme sebagai suatu aliran penting dalam kajian diplomasi
internasional, banyak mendasarkan asumsinya pada pemikiran kekuasaan
Machiavelli.
2. Dari
pespektif sejarah pemikiran politik, gagasannya itu merupakan pemutusan
hubungan total masa kini dengan masa lalu, suatu ciri penting Abad Renaisans.
Berbeda dengan para pemikir abad Pertengahan seperti Santo Agustinus dan Thomas
Aquinas yang mengaitkan kekuasaan dan negara dengan agama dan Tuhan maupun
moralitas, Machiavelli justru berpendapat bahwa kekuasaan hendaknya dipisahkan
dari semua itu.Tidak ada kaitan atau relevansi antara kekuasaan dengan teologi
Kristen, kecuali sejauh agaman atau moral itu memiliki nilai utilitarianisme
bagi kekuasaan dan negara.
Tidak seperti pemikir Abad
Pertengahan, Machiavelli melihat kekuasaan sebagai tujuan itu sendiri.Ia
menyangkal asumsi bahwa kekuasaan adalah alat atau instrumen belaka untuk
mempertahankan nilai-nilai moralitas, etika atau agama. Bagi Machiavelli segala
kebajikan, agama, moralitas justru harus dijadikan alat untuk memperoleh dan
memperbesar kekuasaan.Bukan sebaliknya.Jadi kekuasaan haruslah diperoleh,
digunakan, dan dipertahankan semata-mata demi kekuasaan itu sendiri.Dengan
pandangannya itu, Machiavelli menolak tegas doktrin Aquinas tentang gambaran
penguasa yang baik.Aquinas dalam karyanya The Government of Princes berpendapat
bahwa penguasa yang baik harus menghindari godaan kejayaan dan
kekayaan-kekayaan duniawi agar memperoleh ganjaran syurgawi kelak.Bagi
Machiavelli justru terbalik, penguasa yang baik harus berusaha mengejar
kekayaan dan kejayaan karena keduanya merupakan nasib mujur yang dimiliki
seorang penguasa.
Bagi Machiavelli kekuasaan adalah
raison d’etre negara (state).Negara juga merupakan simbolisasi tertinggi
kekuasaan politik yang sifatnya mencakup semua (all embracing) dan
mutlak.Bertolak dari pandangan-pandangan Machiavelli di atas beberapa sarjana
berpendapat bahwa Machiavelli memiliki obsesi terhadap negara kekuasaan
(maachstaat) dimana yang kedaulatan tertinggi terletak pada kekuasaan penguasa
dan bukan rakyat dan prinsip-prinsip hukum.
Dalam kaitannya dengan kekuasaan
seorang penguasa, Machiavelli membahas perebutan kekuasaan (kerajaan). Bila
seorang penguasa berhasil merebut suatu kerajaan maka ada cara memerintah dan
mempertahankan negara yang baru saja direbut itu.
1. Memusnahkannya
sama sekali dengan membumihanguskan negara dan membunuh seluruh keluarga
penguasa lama. Tidak boleh ada yang tersisa dari keluarga penguasa lama sebab
hal itu akan menimbulkan benih-benih ancaman terhadap penguasa baru suatu saat
kelak.
2. Dengan melakukan kolobisasi, mendirikan
pemukiman-pemukiman baru dan menempatkan sejumlah besar pasukan infantri di
wilayah koloni serta menjalin hubungan baik dengan negara-negara tetangga
terdekat. Cara kolonisasi pernah dilakukan bangsa Romawi.
Dari kedua cara itu menurut Machiavelli
cara pertama adalah cara yang paling efektif meski bertentangan dengan aturan
moralitas.
Dalam The Prince, Machiavelli
juga menguraikan bahwa mereka yang menjadi penguasa lewat cara-cara keji,
kejam, dan jahat tidaklah dapat disebut memperoleh kekuasaan berdasarkan
kebajikan (virtue) dan nasib baik (fortune). Cara itu seperti dipraktekkan
Agathocles yang membunuh secara biadab senator Syarcuse demi menduduki tahta
kekuasaan, memang bisa menjadikan mereka penguasa negara. Tetapi kata
Machiavelli penguasa itu tidak akan dihormati dan dipuja sebagai pahlawan.
Apalagi setelah berkuasa ia menjadikan kekerasan, kekejaman dan perbuatan keji
lainnya sebagai bagian dari kehidupan politik sehari-hari. Machiavelli
menyimpulkan bahwa cara-cara itu hanya akan menjadikan sang penguasa berkuasa
tetapi tidak menjadikannya terhormat, pahlawan atau orang besar.
Machiavelli menyarankan kalaupun
seorang penguasa boleh melakukan kekejaman dan menggunakan “cara binatang”
hendaknya dilakukan tidak terlalu sering. Setelah melakukan tindakan itu, ia
harus bisa mencari simpati dan dukungan rakyatnya dan selalu berjuang demi
kebahagiaan mereka. Dia juga harus berusaha agar selalu membuat rakyat
tergantung kepadanya. Kearifan dan kasih sayang terhadap rakyat, kata
Machiavelli , akan bisa meredam kemungkinan timbulnya pembangkangan. Penguasa
yang dicintai rakyatnya tidak perlu takut terhadap pembangkangan sosial.Inilah
menurut Machiavelli usaha yang paling penting yang harus dilakukan seorang
penguasa.
Dalam sejarah agama kuno, menurut
machiavelli, hanya nabi-nabi bersenjata (the armed prophets) dan memiliki
kekuatan militer yang berhasil memperjuangkan misi kenabiannya. Sedangkan para
nabi yang tidak bersenjata, betapa baik dan sakralnya misi yang mereka bawa,
akan mengalami kekalahan karena tidak memiliki kekuatan militer . Atas dasar
asumsi itu machiavelli menilai keberadaan angkatan perang yang kuat sebagai
suatu keharusan yang dimilki negara. Machiavelli menyadari benar akan
pentingnya angkatan bersenjata bagi seorang penguasa negara. Angkatan
bersenjata, menurut Machiavelli merupakan basis penting seorang penguasa
negara.Ia merupakan manifestasi nyata kekuasaan negara. Penguasa yang tidak
memiliki tentara sendiri akan mudah goyah dan diruntuhkan kekuasaannya. Menurut
Machiavelli sungguh berbahaya menggunakan tentara sewaan.Kalau seorang penguasa
mengandalkan tentara sewaan, ketenangan dan keamanan negara tidak bisa
dijamin.Negara mudah goyah.Machiavelli menyebutkan alasan-alasan mengapa
demikian. Tentara sewaan katanya tidak bisa disatukan, haus akan kekuasaan,
tidak berdisiplin, tidak setia kepada penguasa (yang menyewa mereka), tidak
memiliki rasa takut kepada Tuhan, tidak memiliki tanggung jawab, tidak setia
terhadap sesama rekan mereka, dan menghindarkan diri dari peperangan.
Kehancuran Italia pad masa hidup
Machiavelli adalah karena negaranya mengandalkan tentara sewaan itu selama
bertahun-tahun dan tidak memiliki tentara sendiri. Pengalaman sejarah
membuktikan hanya para penguasa dan negara republik yang memiliki tentara kuat
berhasil baik, dan penggunaan tentara bayaran hanya mendatangkan
kekalahan.Sejarah Romawi dan Sparta menunjukkan kebenaran pendapat itu.Kedua
negara itu mampu bertahan karena memiliki tentara sendiri, sedangkan negara
Chartago dikalahkan karena tidak memiliki tentara sendiri dan mengandalkan
tentara bayaran.
Gagasan Machiavelli ini, menurut
hemat saya merupakan refleksi pengalaman pribadinya menyaksikan ‘pengkhianatan’
pemimpin tentara bayaran Vitelli terhadap negaranya.
Begitu pentingnya militer bagi suatu
negara dan usaha mempertahankan kekuasaan, maka penguasa harus menjadikan
keahlian kemiliteran sebagai barang miliknya yang paling berharga.Ia juga harus
senantiasa belajar ilmu perang dan bertempur. Oleh karena itu seorang penguasa
tidak boleh lengah untuk selalu memikirkan dan melatih dirinya dalam latihan
perang dan kemiliteran (exercise of war).Intensitasnya melakukan latihan perang
di masa damai harus lebih besar daripada di masa perang.Saat-saat damai
hendaknya dijadikan persiapan untuk menghadapi perang.Tidak ada perdamaian
tanpa persiapan matang untuk perang.
Dalam latihan perang, penguasa
dan tentaranya harus selalu disiplin dan terbiasa hidup dengan cara keras.
Dengan demikian tubuhnya akan terbiasa dengan penderitaan. Untuk memenangkan
peperengan mereka harus mengetahui ilmu tntang alam, tanah, dan
sungai-sungai.Maka dalam latihan perang tercakup pelajaran mengenai strategi
bagaimana bisa tetap hidup (how to survive), mendaki gunung dan lembah,
menyusuri sungai-sungai dan rawa-rawa.Semua pengetahuan ini menurut Machiavelli
penting setidaknya untuk dua hal.
1. Tentara
dan penguasa mengetahui persis keadaan negaranya.
2. Mengerti cara bagaimana mempertahankannya dari
serangan musuh.
Dengan memiliki
pengetahuan dan pengalaman menjelajahi bukit, gunung dan menyusuri sungai
maupun rawa-rawa pada suatu bagian tertentu di negaranya, maka ia akan memahami
kawasan-kawasan lain yang memiliki karakteristik serupa dengan kawasan yang
dipelajari dan ditelusurinya itu. Dengan mengetahui satu wilayah, ia akan mudah
memahami wilayah-wilayah di negara lainnya. Dengan memiliki pengetahuan itu
juga tentara dan penguasa akan mudah menemukan musuh-musuhnya dan merebut
markas-markas tentara yang dikuasai musuh-musuh mereka.
Untuk memahami segala
seluk beluk mengenai perang dan tentara, Machiavelli juga menyarankan kepada
penguasa agar selalu belajar dari pengalaman penguasa atau kaisar-kaisar lain
di masa lalu. Misalnya mempelajari bagaimana cara bertempur yang baik,
mempertahankan diri dari serangan musuh, melakukan serangan balasan yang
efektif dan cara-cara bagaimana mereka memenangkan suatu peperangan dan
sebagainya. Seorang penguasa tidak perlu malu-malu untuk mencontoh
keberhasilan-keberhasilan mereka. Menurut Machiavelli, cara belajar demikianlah
yang dilakukan Alexander Agung yang mencontoh Achilles, Caesar dan Scipio
Syrus. Inilah sumbangan penting pemikiran Machiavelli bagi perkembangan
teori-teori perang dan kemiliteran.
The Prince juga
menguraikan tentang perlunya penguasa mempelajari sifat-sifat terpuji dan yang
tak terpuji. Dia harus berani melakukan tindakan tidak terpuji – kejam, bengis,
khianat, kikir – asalkan itu baik bagi negara dan kekuasaannya. Untuk mencapai
tujuan, cara apapun bisa digunakan (the ends justify the means). Oleh karena
itu penguasa tidak perlu takut untuk tidak dicintai,asalkan ia tidak dibenci
rakyat.
Dengan kata lain,
penguasa harus pandai-pandai menggunakan cara-cara manusia dan cara binatang
bila saat-saat tertentu dibutuhkan. Asumsi ini muncul di benak Machiavelli
karena menurutnya manusia memiliki dua sifat yang bertentangan, yaitu sifat
manusia – tulus, penyayang, baik, pemurah, tetapi juga memiliki sifat-sifat
binatang atau sifat tak terpuji, jahat, kikir, bengis, dan kejam. Kedua sifat
manusia yang paradoksal ini membawa implikasi terhadap cara menangani persoalan
politik. Cara penanganan persoalan politik dengan ‘cara manusia’, misalnya
lewat prosedur hukum dan pengadilan, tidak efektif tanpa disertai ‘cra
binatang’. Tetapi bisa terjadi sebaliknya, cara binatang juga tidak efektif tanpa
menggunakan cara manusia. Kedua cara itu ibarat two sides of the same coin (dua
sisi pada satu koin yang sama).
Machiavelli
berpendapat bahwa penguasa negara bisa menggunakan cara binatang, terutama
ketika menghadapi lawan-lawan politiknya. Dalam The Prince dikemukakan bahwa
seorang penguasa bisa menjadi singa (lion) di satu saat, dan menjadi rubah
(fox) di saat lainnya. Menghadapi musuhnya yang ganas bagai seekor serigala,
penguasa hendaknya bisa berperangai seperti singa, karena dengan cara itulah ia
bisa mengalahkan lawannya. Tetapi penguasa harus bersikap seperti rubah bila
lawan yang dihadapinya adalah perangkap-perangkap musuh.Bukan singa yang mampu
mengendus perangkap-perangkap itu, melainkan rubah. Rubah amat peka dengan
perangkap yang akan menjerat dirinya.
Bertitik tolak dari
premis itu, Machiavelli berpendapat bahwa seorang penguasa ideal adalah
Archilles yang belajar jadi penguasa dari Chiron.Chiron adalah mahluk berkepala
manusia berbadan dan berkaki kuda dalam mitologi Yunani kuno. Artinya, seorang
penguasa harus memiliki watak manusia dan watak kebinatangan pada saat yang
sama. Machiavelli menulis bahwa dengan belajar dari mahluk seperti Chiron,
penguasa diharapkan bisa mengetahui bagaimana menggunakan sifat manusia dan
sifat binatang. Menggunakan salah satu cara berkuasa tanpa cara lainnya tidak
akan berhasil.
D.
Tentang Machiavelli dan Nasihat Machiavelli
dalam Politik dan Kekuasaan
Niccolo Machiavelli adalah seorang diplomat dan
politikus Italia dan juga seorang filsuf.Selain itu juga dia dikenal sebagai
penulis esai, sejarawan, penulis biografi, naskah drama, novel, serta puisi.
Trijali (2008: 173).
Machiavelli lahir tanggal 3 Mei
1469 di Florence, Italia, keturunan keluarga kuno Tuscan.Ayahnya adalah seorang
dokter dibidang hukum. Beliau menikah dengan Marietta Corsini tahun 1501, dan
punya lima anak selain itu juga Machiavelli belajar pada beberapa guru.
Niccolo Machiavelli, termasyhur
karena nasihatnya yang blak-blakan bahwa:
“Seorang penguasa yang ingin
tetap berkuasa dan memperkuat kekuasaannya haruslah menggunakan tipu muslihat,
licik dan dusta, digabung dengan penggunaan kekejaman penggunaan kekuatan”.
The Prince dapat dianggap nasihat
praktek terpenting buat seorang kepada negara. Pikiran dasar buku ini adalah,
untuk suatu keberhasilan, seorang Penguasa harus mengabaikan pertimbangan moral
sepenuhnya dan mengandalkan segala, sesuatunya atas kekuatan dan
kelicikan.Machiavelli menekankan di atas segala-galanya yang terpenting adalah
suatu negara mesti dipersenjatai dengan baik. Dia berpendapat, hanya dengan
tentara yang diwajibkan dari warga negara itu sendiri yang bisa dipercaya;
negara yang bergantung pada tentara bayaran atau tentara dari negeri lain
adalah lemah dan berbahaya.
Machiavelli menasihatkan sang
Pangeran agar dapat dukungan penduduk, karena kalau tidak, dia tidak punya
sumber menghadapi kesulitan. Tentu, Machiavelli maklum bahwa kadangkala seorang
penguasa baru, untuk memperkokoh kekuasaannya, harus berbuat sesuatu untuk
mengamankan kekuasaannya, terpaksa berbuat yang tidak menyenangkan warganya.Dia
usul, meski begitu untuk merebut sesuatu negara, si penakluk mesti mengatur
langkah kekejaman sekaligus sehingga tidak perlu mereka alami tiap hari
kelonggaran harus diberikan sedikit demi sedikit sehingga mereka bisa merasa senang.
Untuk mencapai sukses, seorang
Pangeran harus dikelilingi dengan menteri-menteri yang mampu dan setia
Machiavelli memperingatkan Pangeran agar menjauhkan diri dari penjilat dan
minta pendapat apa yang layak dilakukan. Menurut Asvi Warman Adam bahwa “Sejarah
mengajarkan kepada kita apa yang tidak dapat kita lihat, untuk memperkenalkan
kita kepada penglihatan yang kabur sejak kita lahir”. Wineburg (2006: vii)
Namun menurut kami tujuan dari sejarah mengajarkan kita sebuah cara menentukan
pilihan untuk memptertimbangkan berbagai pendapat untuk membawakan berbagai
kisah dan meragukan sendiri bila perlu kisah-kisah yang kita bawakan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Karya Machiavelli sendiri berakar
dalam pada jalannya karena ia bukan contoh pertama penulis melaikan partisipan
aktif dalam kehidupan politik yang tak setabil yang kacau di tempat asalnya
Florence. Sebenarnya Machiavelli bertujuan mendedikasikan The Frince untuk
salah satu anggota Medici dengan harapan mereka mengajaknya kembali mengurusi
kepentingan Publik (Public Service) ia menulis surat tentang maksud itu kepada
Lorenzo baru, namun tetap diragukan surat itu sebelum kematian Lorenzo pada
1519. Yang pasti The Prince beredar dalam bentuk naskah dan di jiplak. Machiavelli
meninggal pada 21 Juli 1527 dan belum diterbitkan dan lima tahun kemudian
setelah kematian Machiavelli pada 1532 buku tersebut diterbitkan.
Nasehat-nasehatnya bahwa:
“Seorang penguasa yang ingin
tetap berkuasa dan memperkuat kekuasaannya haruslah menggunakan tipu muslihat,
licik dan dusta, digabung dengan penggunaan kekejaman penggunaan kekuatan”.
B.
Saran
Peristiwa Vitelli. Vitelli adalah
nama seorang pemimpin tentara bayaran (condottire). Ia disewa pemerintah
Florence untuk merebut Pisa, tetapi karena orang-orang Pisa memberikan bayaran
lebih besar dari pemerintah Florence, mereka menghentikan serangan terhadap
Pisa. Ini merupakan peristiwa memalukan bagi rakyat dan negara Italia.Bagi
Machiavelli sendiri peristiwa ini memberikan pelajaran berharga bahwa suatu
negara seperti Italia harus memiliki tentara sendiri.Tentara bayaran itu
sehebat apapun tidak bisa dipecaya karena mudah berkhianat.Maka menurut
Machiavelli, Italia harus membentuk angkatan perang sendiri yang tangguh, loyal
dan mampu berjuang mati-matian demi negara Italia. Hanya dengan memiliki
angkatan perang yang tangguh, Italia disegani oleh negara-negara lawannya dan
janji orang lain.
DAFTAR
PUSTAKA
v Machiavelli,
Niccolo. (2008). THE PRINCE Sang Penguasa diterjemahkan Natalia Trijaji. Surabaya:
Selasar Surabaya Publishing.
v Sjamsuddin,
helius.(2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak
v Supardan,
Dadang. (2008). Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan Struktural.
Jakarta: Bumi Aksara.
v Syam,
Firdaus. (2007). Pemikiran Politik Barat Sejarah, Filsafat, Ideologi, dan
Pengaruhnya Terhadap Dunia Ke-3. Jakarta: Bumi Aksara.
v Wineburg,
Sam. Berfikir Historis Memetakan Masa Depan, Mengajarkan Masa Lalu
diterjemahkan Marsi Maris. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
v Sumber
Internet:
v Michael
H. Hart. (1978). Seratus Tokoh yang Berpengaruh dalam Sejarah, Terjemahan H Mahbub
Djunaidi, 1982.
[Online]. Tersedia:
http://media.isnet.org/iptek/100/index/Machiavelli.html [30 Maret 2009]
v Zifana,
Mahardhika. (2008) Gagasan-Gagasan Politik Machiavelli.
[Online].
Tersedia: http://mahardhikazifana.com/religion-philosophy-agama-filsafat/gagasan-gagasan-politik-machiavelli.html
[30 Maret 2009]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar